REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Majelis Tinggi Militer Mesir pada Jumat menarik pasukannya dari dekat Bundaran Tahrir, pusat ibu kota Kairo, untuk menghindari bentrok dengan ribuan pengunjuk rasa pro domokrasi seusai salat Jumat.
"Penarikan pasukan itu untuk menghidari bentrokan dengan massa," kata satu pernyataan tertulis Majelis Tinggi Militer yang dibagikan kepada wartawan di Kairo, Jumat.
Sebelumnya pada Kamis (26/5) tentara dikerahkan di sekitar Tahrir untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa kalangan pro demokrasi yang dijuluki "Revolusi Jumat Kemarahan II", merujuk pada Rervolusi Jumat Kemarahan sebelumnya yang berhasil menumbangkan Presiden Hosni Mubarak pada 11 Februari.
Agenda utama revolusi jilid II ini selain menuntut segera diadilinya Mubarak dan kedua putranya, Alaa dan Mubarak, juga menuntut pembatalan amandemen konstitusi yang dihasilkan dalam refendum pada Maret lalu dan menggantinya dengan konstutusi baru, dan menghendaki pengalihan Dewan Tinggi Militer menjadi Dewan Tinggi Madani.
Ikhwanul Muslimin, kelompok inti pro demokrasi yang berhasil menumbangkan rezim pimpinan Presiden Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011, menolak bergabung dengan unjuk rasa tersebut.
Pemimpin Ikhwanul Muslimin, Dr. Muhamed Badie, memperingatkan adanya pihak-pihak tertentu yang berusaha membenturkan masyarakat dengan militer.
Majelis militer mengatakan pihaknya menghormati hak masyarakat untuk berunjuk rasa, namun mengimbau untuk tidak mengganggu ketenteraman bangsa dan negara.
Selain Ikhwanul Muslimin, beberapa kelompok pro demokrasi termasuk Salafiah absen dalam revolusi jilid II tersebut.
Dewan Tinggi Militer saat ini menjadi penguasa transisi sejak tumbangnya Presiden Mubarak untuk mempersiapkan pemilu parlemen pada September 2011 disusul dengan pemilihan presiden pada November.