REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan, bila penarikan paspor dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, maka suaka politik dari Singapura tidak mungkin didapat oleh Nunun Nurbaeti. Hikmahanto melalui siaran pers yang diterima ANTARA, di Jakarta, Jumat, mengatakan, hal itu karena penarikan paspor tidak berimplikasi pada pencabutan kewarganegaraan Nunun.
"Kewarganegaraan dalam penarikan paspor akan tetap. Sementara paspor bila ditarik menjadi tidak sah dan praktis membuat Nunun sebagai WNA gelap di Singapura," katanya.
Menurutnya, suaka politik diberikan oleh negara kepada seseorang yang dikejar-kejar secara politik atau menghadapi tuntutan kejahatan politik. Nunun, kata Hikmahanto, di Indonesia sedang tidak dikejar-kejar secara politik atau menghadapi tuntutan kejahatan politik. Oleh karenanya Singapura sudah dipastikan tidak akan memberikan suaka bila ada permohonan dari Nunun.
Ia menjelaskan, pemberian suaka juga dilakukan oleh negara-negara tertentu yang sangat memperhatikan HAM, seperti Perancis, Austalia, Amerika Serikat.
Sementara Singapura secara tradisional tidaklah dikenal sebagai negara pemberi suaka.Terakhir, tambah dia, alasan Singapura atau negara ketiga tidak memberi suaka karena pemberian suaka akan membuat ketegangan hubungan antarnegara. "Ini terjadi pada hubungan Indonesia dengan Australia ketika Australia memberi suaka kepada 42 WNI asal Papua beberapa tahun lalu," ujarnya.
Menurut dia, sudah dapat dipastikan Singapura tidak akan mengorbakan hubungan dengan Indonesia sekedar karena Nunun. Atas dasar hal tersebut maka kekhawatiran bila paspor Nunun ditarik akan memberi peluang Nunun untuk meminta suaka merupakan kekhawatiran yang terlalu berlebihan dan tidak merujuk pada UU Keimigrasian.
Nunun telah menjadi tersangka dalam kasus cek perjalanan pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Miranda Goeltom. Nunun diduga melarikan diri ke Singapura.