REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Presiden Majelis Umum PBB mengatakan negara Palestina tak bisa menjadi anggota PBB tanpa rekomendasi dari Dewan Keamanan. Presiden Majelis Umum PBB, Yusuf Deiss mengatakan bahwa jika Amerika Serikat atau anggota dewan lainnya tetap menggunakan hak veto nya, Majelis Umum tidak akan bisa memberikan suara pada keanggotaan Palestina.
Misi Observasi Palestina di PBB saat dikonfirmasi wartawan menyatakan tak bisa memberi komentar atas pernyataan ini.
Presiden AS Barack Obama mengatakan akhir pekan lalu bahwa tidak ada pemungutan suara di PBB untuk menciptakan negara Palestina. Pernyataan ini menjadi indikasi kuat bahwa AS akan memveto resolusi merekomendasikan keanggotaan Palestina di badan dunia beranggotakan 192 negara itu.
Beberapa ahli hukum mengatakan mungkin ada untuk manuver di sekitar blok tersebut. Pertanyaannya adalah apakah ada deklarasi Palestina bisa merebut dari Majelis Umum akan menjadi isyarat simbolisis atau sebagian besar akan cukup kuat untuk memenangkan mereka atas pendudukan Israel.
Ketika ditanya apakah ada cara lain bagi Palestina untuk mencapai keanggotaan PBB jika resolusi Dewan Keamanan memveto, Deiss menjawab mantap: "Tak Ada!"
Deiss, mantan presiden Konfederasi Swiss dan mantan menteri luar negeri yang memimpin para pemilih Swiss untuk menyetujui bergabung dengan PBB pada tahun 2002, membuat perbedaan antara keanggotaan PBB dan pengakuan Palestina sebagai sebuah negara.
Dia mengatakan persyaratan untuk keanggotaan PBB secara jelas dinyatakan dalam Piagam PBB: Sebuah negara harus mengisi aplikasi menyatakan kepatuhan kepada Piagam, mengantongi persetujuan minimal sembilan dari 15 anggota tetap Dewan keamanan dan tak ada veto dari salah satu anggota tetap, baru kemudian dibawa ke sidang Majelis Umum untuk dilakukan voting, dan memenangkan dua pertiga suara dalam voting itu.
Keamanan 15-anggota Dewan kemudian harus membuat rekomendasi tersebut membutuhkan sembilan suara ya dan tidak ada veto anggota tetap, dan hanya kemudian dapat suara Majelis Umum pada keanggotaan, yang harus disetujui oleh mayoritas dua pertiga.
Sejauh ini, 112 negara telah mengakui Palestina, terutama di negara berkembang. Palestina memprediksi mereka akan memiliki 135 suara pada September - lebih dari dua-pertiga dari Majelis Umum.