Senin 30 May 2011 14:32 WIB

Jacob Zuma Temui Qaddafi untuk Upaya Terakhir Diplomasi Akhiri Konflik

Sebuah bank di Zuwara, barat Libya, hancur akibat konflik yang melanda negara tersebut.
Foto: AP/Darko Bandic
Sebuah bank di Zuwara, barat Libya, hancur akibat konflik yang melanda negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, Para pemimpin Uni Afrika bakal tiba Senin (30/5) hari ini dalam upaya terakhir sebagai penyerantara diplomatik terhadap pertempuran di Libya. Kunjungan itu terkait dengan konflik kian menajam pekan ini ketika helikopter tempur Inggris dan Prancis mulai diterjukan.

Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, akan bertemu Muammar Qaddafi yang sejauh ini menentang upaya yang memaksa dia menyerah terhadap pemberontak. Tapi masih belum pasti apakah Zuma akan menggunakan kedekatan hubungan dengan Qaddafi untuk memintanya meninggalkan Libya.

Bahkan daya tarik personal Qaddafi sepertinya tak lagi ampuh menghadapi situasi saat ini. Sebelumnya Qaddafi telah menegaskan kepada pendukungnya bila ia menyerahkan kekuasaan maka ia bakal mengkhianati Saif al-Arab. Alih-alih ia menegaskan ingin memastikan memiliki peran di latar ketika pemerintahan sipil muncul setelah kepemimpinannya selama empat dekade.

Namun Inggris dan Prancis, yang menyebarkan serangan terhadap Libya bersikeras menginginkan Qaddafi pergi, membuka jalan bagi dewan Transisi Nasional (TNC) yang berbasis di Benghazi menggelar pemilu adil pertama kali. Anggota lagi G8, yakni Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Rusia, AS, pada Jumat pekan lalu juga menyeru agar Qaddafi turun.

Pimpinan TNC di Benghazi, Moustafa Abdul Jalil, berkata, "Satu-satunya kondisi untuk menggelar perbincangan penyelesaian krisis yakni Qaddafi dan orang-orang lingkaran dalamnya, keluarganya tak lagi berperan dalam panggung politik masa depan Libya dan mereka harus pergi. Kami hanya menyambut pengajuan gencatan senjata dan perjanjian daman berdasar persyaratn tadi.

TNC telah mendapat semi-legitimiasi sebagai pemerintahan oleh London, Washington dan Paris. Ketika ibu kota tadi menjadi tuan rumah baik bagi Abdul Jalil dan juga mengirimkan staf pelatih dan uang untuk organisasi yang baru lahir tersebut.

Serangan udara NATO berulang kali telah melapangkan jalan bagi tentara pemberontak tak terlatih untuk menguasari Misrata. Namun pasukan Qaddafi tetap berada di pinggir kota wilayah barat, di mana mereka masih menembaki pemberontak yang berada di timur.

Jet-jet tempur NATO sejauh ini telah membatasi target hanya pada persenjataan pemerintah Libya, instalasi radar, kapal-kapal angkatan udara dan lokasi-lokasi yang diidentifikasi sebagai pusat kontrol dan komando untuk serangan langsung.

Pada Ahad, pejabat Libya tetap pada posisi yakni rencana Uni Afrika untuk menegosiasikan gencatan senjata menyusul pengawasan internasional yang tiba di Libya. Cara itu dipandang satu-satunya solusi mengakhiri konflik. Namun deputi menteri, Khaled Khaim, menolak berkomentar apakah pertemuan juga akan membahas strategi pengunduran diri Qaddafi.

sumber : Guardian
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement