Rabu 01 Jun 2011 14:42 WIB

Perlu Diawasi, Penggunaan Merkuri di Penambangan Liar Kian Mencemaskan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar lingkungan Emil Salim mengatakan, perlu aksi nyata terutama dari pemerintah daerah untuk mengawasi penggunaan merkuri dalam kegiatan penambangan emas tanpa izin.

"Terutama oleh pemerintah daerah," kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden tersebut di Jakarta, Rabu (1/6). Mantan Menteri Lingkungan Hidup itu menjadi pembicara dalam dialog interaktif mengenai tantangann ke depan menyongsong penerapan "legally binding instrument on mercury" bagi dunia usaha dan lingkungan hidup.

Dialog tersebut digelar dalam rangkaian Pekan Lingkungan Indonesia 2011 di Parkir Timur Senayan yang dibuka Menko Kesra Agung Laksono dan berlangsung hingga Minggu 5 Juni 2011. Emil mengatakan, peraturan mengenai penggunaan merkuri sudah ada tetapi tetap saja terjadi penggunaan merkuri untuk kegiatan penambangan ilegal.

Karena itu, menurut dia, pengawasan harus diutamakan pada penggunaan merkuri yang berdampak pada rakyat yaitu penambangan emas rakyat karena air yang mengandung merkuri dibuang ke sungai sehingga mencemari sungai yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari.

"Ini ancaman, usul saya adalah konsentrasi pada merkuri yang berdampak besar bagi rakyat," ujarnya. Ia menyarankan penggunaan sianida dalam produksi emas. Namun karena harganya lebih mahal dari merkuri, pemerintah perlu memberi insentif sehingga masyarakat tertarik menggunakan sianida.

Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah, Masnellyarti Hilman mengatakan merkuri sebenarnya adalah bahan berbahaya dan terbatas tapi banyak masuk secara ilegal.

"Kami sarankan importirnya terdaftar dan masuk pada pelabuhan tertentu. Peraturannya sudah ada hanya pengawasannya masih lemah," kata Masnellyarti. Merkuri banyak digunakan dalam proses penambangan emas terutama di Indonesia bagian barat dan membawa dampak berbahaya bagi kesehatan manusia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement