REPUBLIKA.CO.ID,MALANG--Sedikitnya tiga juta rakyat Indonesia menjadi korban perdagangan manusia (human traficking) secara internasional dan 1,5 juta orang di antaranya berusia bawah 18 tahun.
Data tersebut terungkap dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Australia, David Wyatt, yang mengambil tugas akhir program Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin (6/6).
David mengatakan, faktor penyebab utama perdagangan manusia yang ada di Indonesia adalah kemiskinan dan pendidikan. Selain itu lemahnya lembaga hukum hingga perekrut perdagangan manusia itu mudah berkeliaran.
"Para perekrut itu mudah berkeliaran karena lemahnya hukum dan rendahnya pendidikan. Sementara metode perekrutan yakni dengan menggunakan penawaran yang menggiurkan, memaksa, dan menipu calon korban," katanya.
Sementara dalam penelitian itu, ada beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan pemerintah untuk menekan jumlah korban perdagangan manusia, di antaranya menciptakan kementerian khusus untuk menyelesaikan masalah perdagangan manusia, menaikkan kesadaran/pendidikan masyarakat, melarang pengiriman TKI, banyak melakukan riset, dan melakukan registrasi kelahiran yang sistematis.
Selain David, tiga mahasiswa asing lainnya juga menyampaikan hasil penelitiannya, seperti Christopher Radford yang meneliti masalah perbankan syariah di Indonesia, Yasmin Winnet meneliti pentingnya akta kelahiran bagi anak jalanan dan Natha Middlemas yang meneliti perlunya penggunaan pupuk organik daripada pupuk non-organik bagi pertanian di Indonesia.
Direktur ACICIS UMM, Prof Dr Mas'ud Said mengatakan, program mahasiswa asing ini adalah hasil kerja sama antara UMM dengan sejumlah universitas di Australia.
Mahasiswa ACICIS tersebut, menempuh studi dan melakukan riset selama satu semester, dan kuliahnya berbentuk klasikal serta dibimbing oleh dosen-dosen dari FISIP, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Sedangkan riset dibimbing oleh supervisor dari fakultas yang relevan.