Selasa 07 Jun 2011 20:11 WIB

Tanpa Politisasi, Pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta Butuh Dua Pekan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo menyatakan pembahasan Rancangan Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar dua pekan, jika tidak ada politisisasi.

"Pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta ditingkat DPR RI sudah jelas dan sikap fraksi-fraksi di DPR RI tidak berubah. DPR RI hanya menunggu sikap pemerintah," kata Ganjar Pranowo usai pertemuan antara pimpinan DPD RI dan pimpinan Fraksi PDI Perjuangan di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, jika pemerintah dapat memahami semangat yang ada di DPR RI sebagai representasi perwakilan masyarakat dan pemerintah mau mengubah persepsinya soal penetapan atau penunjukan gubernur, maka pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta hanya membutuhkan waktu sekitar dua pekan.

Namun, jika pemerintah melalukan politisasi dengan memainkan kata-kata ada gubernur utama dan gubernur yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah, maka pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta akan berjalan lama.

Pada kesempatan tersebut Ganjar menambahkan, untuk pelaksanaan otonomi daerah, Fraksi PDI Perjuangan sepakat RUU tentang Otonomi Daerah disatukan dengan RUU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, kemudian disinkronkan dengan RUU Desa.

"Jika ketiga UU itu bisa sinkron bersinergi, maka pelaksanaan otonomi daerah dan pemerintahan desa bisa berjalan baik, tanpa terkooptasi dengan banyak aturan yang berjalan sendiri-sendiri," kata politisi PDI Perjuangan itu.

Menurut dia, dengan bersinerginya ketiga UU tersebut, maka kearifan lokal di tingkat desa tetap terjaga dengan memperhatikan keaneragaman kultur, etnik, dan daerah.

Desa di Indonesia, kata dia, ada 12 jenis, seperti desa, huta, nagari, kampung, dan sebagainya. Jika UU Desa berjalan sendiri tanpa bersinergi dan hanya mengakomodasi pemerintahan desa, maka akan menyeragamkan bentuk pada seluruh pemerintahan desa tanpa melihat kearifan lokal.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement