REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Dua warga Lampung Heri Kuswanto dan Abdul Haris Munandar dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan di PN Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu (8/6). Mereka menjadi didakwa memasok senjata bagi aksi terorisme dan perampokan Bank CIMB Niaga Medan Sumatera Utara.
Jaksa penuntut Umum pada persidangan keduanya yang diselenggarakan secara terpisah, Agung Rochmanianto dan Agus Priambodo, mengatakan, keduanya dikenakan pasal terorisme dan dijerat dengan Pasal 15 juncto Pasal 9 Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang Terorisme.
"Fakta yang terungkap di persidangan mendukung ke arah sana," kata salah satu jaksa, Agung Rochmanianto. Menurut dia, keduanya terbukti memiliki keterkaitan dengan para pelaku perampokan CIMB Niaga Medan dan penyerbuan Mapolsek Hamparan Perak, karena senjata yang mereka pasok dari Lampung atas pesanan salah satu pelaku aksi tersebut.
Sejumlah hal yang dianggap memberatkan, adalah perbuatan mereka yang tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana terorisme dan mengakibatkan terganggunya stabilitas keamanan dan perekonomian.
Dua warga Bandarlampung, yakni Abdul Haris Munandar dan Heri Kuswanto, didakwa telah melakukan permufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme yang melawan hukum Indonesia.
Sebelum disidang, keduanya ditahan oleh penyidik Densus 88 Anti teror sejak 26 September 2010 hingga 24 Januari 2011, dan setelah itu ditahan di Lampung.
Dalam berkas tuntutan tertulis, Heri Kuswanto adalah warga Kota Bandarlampung, dan terlibat dalam aksi tersebut sejak mengikuti pengajian rutin di Way Hui, Lampung Selatan sejak 2009, yang dipimpin oleh ustad Rizal. Dalam pengajian tersebut, dibahas tentang jihad dan tauhid.
Pada Maret 2010, Heri berangkat ke Medan dan sempat mengikuti pelatihan militer bersenjata api di Aceh. Ia kemudian pulang ke Bandarlampung untuk mencari senjata api.
Heri menemui terdakwa lain Abdul Haris Munandar untuk mendapatkan senjata api jenis Colt, FN, dan granat, sedangkan peluru diperoleh dari seorang oknum TNI Beny Budi Setiawan.
Seluruh peralatan tersebut digunakan untuk menyerang Polsek Hamparan Perak, dan perampokan Bank CIMB Medan, keduanya di Sumatera Utara, pada Agustus 2010.
Dalam persidangan sebelumnya, keterangan dua saksi oknum anggota TNI, Beni Budi Setiawan dan Paiman, yang menjual senjata kepada dua warga Bandarlampung yang didakwa pemasok senjata bagi aksi perampokan CIMB Medan menyebutkan, senjata yang mereka jual kepada keduanya dalam kondisi rusak.
Selain itu, tiga tersangka kasus perampokan Bank CIMB Niaga di Medan, Sumatera Utara, juga menepis keterlibatan keduanya sebagai pemasok senjata dalam aksi mereka.
Sedangkan keduanya mengakui semua pengakuan mereka yang tertulis di berita acara pemeriksaan (BAP) dibuat di bawah tekanan dan ditandatangani dalam keadaan terpaksa dan dibuat di bawah tekanan yang dilakukan penyidik Densus.
Mereka mengakui pernah terlibat jual beli senjata bersama Heri dengan dua anggota TNI Paiman dan Beni Budi Setiawan, jenis CIS dan sebuah senjata rakitan, namun tidak untuk yang lain.