Kamis 09 Jun 2011 17:03 WIB

Cina Bantah Tudingan Filipina telah Lakukan Intimidasi di Spratly

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Cina, Kamis mengatakan tuduhan Manila bahwa negerinya melakukan intimidasi Manila dalam sengketa kepulauan Spratly sekadar gosip yang berlebihan.

Duta Besar Cina untuk Filipina, Liu Jianchao juga mengatakan negaranya berhak untuk melindungi kedaulatannya di Spratly. Bahkan ia menegaskan Cina tidak akan menggunakan kekerasan di wilayah sengketa di Laut Cina Selatan.

"Kami melaksanakan yurisdiksi atas wilayah ini sehingga kita akan melakukan apa pun yang yang tepat bagi kita untuk lakukan, untuk menerapkan yurisdiksi kita," kata Duta Besar dalam satu forum pers ketika ditanya tentang insiden baru-baru ini di Spratly.

Pekan lalu, Presiden Benigno Aquino mengatakan, ada tujuh insiden yang melibatkan konfrontasi Cina dengan Filipina di Spratly dalam waktu kurang dari empat bulan.

Insiden itu terjadi di wilayah Laut Cina Selatan di luar Spratly, gugusan pulau yang konon kaya minyak dan diklaim secara keseluruhan atau sebagian oleh Brunei, Cina, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.

Di antara insiden termasuk satu kasus di mana sebuah kapal Cina diduga menembaki nelayan Filipina. Namun Dubes Cina membantah kabar tersebut. "Kami menjelaskan itu. Tidak ada penembakan di daerah itu," kata Liu.

Duta Besar juga mengatakan bahwa beberapa insiden diduga adalah kasus survei ilmiah China yang disalahpahami sebagai kegiatan militer. Ia juga menegaskan bahwa China ingin masalah itu diselesaikan secara damai, tetapi melalui pembicaraan bilateral dengan pengklaim lain namun ia menolak campur tangan Amerika Serikat dalam hal ini.

Menteri Pertahanan AS Robert Gates memperingatkan pada Sabtu bahwa bentrokan-bentrokan mungkin terjadi kecuali jika negara-negara pengklaim mengadopsi mekanisme untuk menyelesaikan sengketa secara

damai.

Liu mengatakan China akan selalu mematuhi pakta 2002 antara para pihak pengklaim untuk menahan diri dari tindakan-tindakan yang dapat mengobarkan ketegangan di daerah tersebut.

Perjanjian tersebut ditandatangani oleh China dan 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara yang termasuk banyak pengadu lainnya.

Juru bicara Aquino, Edwin Lacierda, mengatakan Kamis bahwa Manila berkomitmen untuk suatu "pendekatan multilateral dalam menyelesaikan klaim-klaim itu." Namun, ia mengatakan "hak teritorial harus ditegakkan dengan tegas."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement