REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, mengaku pernah membeli aset non budel (tidak pailit) milik PT. Sky Camping Indonesia berupa tanah di Bekasi sejak setahun lalu. Menurutnya, pembelian tersebut dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang ada.
"Kalau soal beli, saya memang sebagai pembeli walaupun secara formal bukan saya," ungkap Otto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/6). Menurutnya, terdapat dua tanah senilai Rp 11 Miliar dan Rp 16 Miliar di Bekasi. Dua tanah tersebut, ungkapnya, sudah tiga kali dilelang tetapi tidak laku-laku dijual.
Otto mengaku membeli tanah tersebut dari Bank Nasional Indonesia (BNI). Menurutnya, tanah itu merupakan aset yang ditetapkan sebagai barang agunan. "BNI ketika itu bertindak sebagai pemegang hak tanggungan," ujarnya. Otto mengungkapkan dia tidak berinisiatif untuk membeli tanah tersebut. Otto mengaku hanya ditawari. Proses pembelian pun dilakukan sekitar setahun lalu. Sementara untuk pelunasannya, ungkap Otto, sudah dilakukan sejak tiga bulan lalu.
Otto mengaku tidak mengenal hakim Syarifudin Umar. "Saya mengenal dari pemberitaan akhir-akhir ini," katanya menjelaskan. Akan tetapi, ia mengaku kenal dengan Puguh Wiryawan, kurator yang juga ditangkap KPK karena diduga memberi suap kepada Syarifudin beberapa waktu lalu.
Mahkamah Agung (MA) menyatakan PT Sky Camping Indonesia pailit pada 2007. Permohonan pailit ini memenangkan PT Kemilau Surya Mandiri yang mengajukan permohonan karena piutangnya yang sejumlah Rp 220 juta tidak dibayar oleh Sky Camping. Saat itu MA menunjuk Tafrizal Gewang dan Royandi Haikal sebagai kurator dan Zulfahmi sebagai hakim pengawas.
Kepailitan ini mulai kisruh karena beberapa pihak tidak puas dengan proses pemberesan harta pailit. Dikabarkan kurator dan hakim pengawas sempat berganti dalam perkara ini, yang akhirnya kurator diurus oleh Puguh dan hakim pengawas adalah Syarifuddin.
Penyidik KPK pun akhirnya menangkap hakim Syarifudin pada Rabu (1/6) malam atas dugaan penyuapan terkait perkara pailit PT. SCI. Jurubicara KPK, Johan Budi, mengungkapkan dalam perkara kepailitan, diperlukan izin hakim pengawas untuk memecah aset yang pailit.
Hakim Syarifudin, menurut Johan merupakan hakim yang bertugas mengawasi perkara pailit tersebut. "Diduga terkait dengan adanya penyitaan aset terkait dengan pailitnya PT. SCI yang sedang bermasalah penjualan asetnya," ujar Johan di kantor KPK, Jakarta, Kamis (2/6). Johan menjelaskan terdapat dua aset yang disita pengadilan dari PT. SCI yakni dua tanah senilai Rp 16 Miliar dan Rp 19 Miliar di Bekasi.
Johan pun mengungkapkan peran dari Puguh Wiryawan (PW) yang menjadi kurator adalah untuk memutuskan suatu aset berstatus budel atau non budel. Yakni bagaimana suatu aset ditetapkan menjadi pailit atau tidak. Akan tetapi, Johan menjelaskan penyidik masih melakukan pendalaman atas dugaan tersebut.
Penangkapan hakim Syarifudin terjadi pada pukul 22.15 WIB. KPK menangkap Syarifudin di rumahnya di Jl.Sunter Agung Tengah V, Nomor C26, Jakarta Utara. Selain Syarifudin, penyidik juga menangkap seseorang berinisial PW yang berprofesi sebagai kurator. Saat itu, PW bertamu ke rumah Syarifudin.
Setelah berdiskusi, terjadi serah terima uang dalam amplop cokelat tiga yang dimasukkan ke dalam tas kertas berwarna merah senilai Rp 250 Juta. Hanya, PW sudah keluar dari rumah saat Syarifudin ditangkap penyidik. Penyidik melakukan pengejaran dan berhasil menangkapnya di daerah Pancoran, Jakarta Selatan sekitar pukul 22.45 WIB.
KPK menyita lima jenis mata uang dari TKP. Yakni 84.228 USD, 284.900 SGD, 20.000 JPY, 126.000 THB dan uang lokal senilai Rp 142 Juta dan Rp 250 Juta. Hingga saat ini, KPK baru menduga uang senilai Rp 250 juta yang menjadi uang suap atas perkara kepailitan tersebut.