REPUBLIKA.CO.ID,BANDAACEH--Pemerintah Aceh mematenkan nama sapi aceh karena ternak itu asli dari provinsi itu, bukan peranakan luar daerah.
"Kini sapi aceh sudah menjadi sebuah nama tersendiri. Sama seperti sapi brahmana, sapi bali, maupun sapi Madura," kata Kepala Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh Ir Murtadha Sulaiman di Banda Aceh, Sabtu.
Ia mengatakan, penetapan nama sapi aceh tersebut setelah melalui proses pengujian DNA oleh tim Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Plasma nutfah, kata dia, merupakan substansi dengan sifat keturunan yang memiliki karakteristik tersendiri dan harus dikembangkan terus menerus agar tidak punah.
Ia menyebutkan, plasma nutfah sapi aceh sudah dipresentasikan di depan dewan penguji bibit di Jakarta pada 3 Juni 2011. Presentasi itu diuji para pakar yang ahli di bidangnya.
Syarat plasma nutfah lain, kata dia, populasi aceh mencukupi dan tidak akan punah. Populasi sapi aceh sekarang mencapai 82 persen dari total sapi di Provinsi Aceh.
"Selain itu, pemerintah Aceh juga menjamin kelestarian populasi sapi aceh tersebut. Karena itu, pemerintah Aceh mematenkan nama sapi aceh dan mengajukannya sebagai plasma nutfah secara nasional. Permohonan itu akhirnya disetujui," sebutnya.
Secara fisik, ujarnya, memang ukuran tubuhnya kecil, tetapi dagingnya padat dan seratnya halus. Daya tahan tubuhnya luar biasa, bisa bertahan di segala musim, seperti kemarau, di mana rumput sumber makanan mengalami kekeringan.
"Pada musim kemarau yang rumputnya kurang saja reproduksi sapi aceh tetap bagus, sedangkan sapi lain, tingkat reproduksinya menurun kalau kekurangan makanan," ujarnya.
Menurut dia, harga daging sapi aceh lebih mahal dibandingkan sapi-sapi lainnya. Harganya berkisar Rp80 ribu hingga Rp100 ribu per kilogram. Bahkan lebih mahal saat menjelang bulan puasa dan lebaran.
"Kalau bukan daging sapi aceh, harganya di kisaran Rp 60 ribuan. Mahalnya harga daging sapi aceh ini karena dagingnya unggul," sebut Murtadha Sulaiman.