REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mendukung jika DPR membentuk panitia kerja (panja) guna mengungkap kasus surat palsu. Menurut Mahfud, pembentukan panja DPR sangat efektif untuk membongkar kasus surat palsu yang dilakukan mantan anggota KPU, Andi Nurpati.
“Saya akan datang dan memberi informasi pertama kali jika panja dibentuk,” kata Mahfud di Gedung MK, Jakarta, Selasa (14/6).
Mahfud menyatakan, setelah laporannya diabaikan kepolisian, hanya melalui panja DPR kasus surat palsu bisa terungkap. Mahfud mengaku tidak kecewa meski polisi tak mengusut laporannya. Yang penting, kata dia, MK yang ingin memposisikan sebagai lembaga taat hukum itu sudah melaporkannya ke pihak berwajib.
Apakah polisi menindaklanjuti temuan itu atau tidak, sambung Mahfud, MK tak ada urusan lagi dengan masalah itu. “Tidak ada rasa kecewa, yang penting saya sudah melaporkannya,” ujar Mahfud.
Ia juga menyatakan tak masalah meski di berbagai kesempatan Andi Nurpati membantah membuat surat palsu. “Biar saja dia membantah. Wajar.”
Dugaan pemalsuan dokumen MK oleh Andi Nurpati saat menjadi anggota KPU itu terjadi pada bulan Agustus 2009 lalu. Pada 14 Agustus 2010, KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan pemilik kursi DPR di Dapil Sulsel, antara Dewi Yasin Limpo dari Hanura dengan Mestariyani Habie dari Gerindra.
MK kemudian mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009. Isinya adalah pemilik kursi yang ditanyakan jatuh kepada Mestariyani Habie.
Tetapi, KPU ternyata telah menjatuhkan putusan bahwa kursi tersebut diberikan kepada Dewi Yasin Limpo. Putusan ini, versi KPU, didasarkan pada surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus atau tiga hari sebelum jawaban asli MK kepada KPU.
Keputusan ini membuat MK mengecek surat tanggal 14 Agustus yang dimaksud KPU dan membandingkannya dengan surat yang benar-benar MK kirimkan pada 17 Agustus. Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewi Yasin Limpo adalah palsu.
Andi Nurpati diduga sebagai pihak yang memalsukan karena merupakan orang yang membawa faks yang dikatakan sebagai surat jawaban MK 14 Agustus. Padahal, Andi jugalah yang mengambil surat 17 Agustus yang diambilnya langsung ke Gedung MK yang ternyata tidak disampaikan ke rapat KPU.