REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Nama dan foto tersangka cek pelawat, Nunun Nurbaeti sudah terpajang di situs resmi Kepolisian Internasional (Interpol) sebagai buronan internasional. Namun, hal tersebut tidak menjamin pencarian Nunun akan lebih mudah.
"Bagaimana tidak, di situs itu nama Nunun terpampang dengan nama Nunun Daradjatun, bukan Nunun Nurbaeti," kata Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmawanto Juwana saat dihubungi Republika, Selasa (14/6).
Menurutnya, nama di dalam paspor itu dibuat berdasarkan identitas resmi seperti akta kelahiran atau KTP dan tidak berdasarkan nama keluarga atau suaminya. Sehingga, paspor atas nama Nunun dipastikan menggunakan nama Nunun Nurbaeti sesuai dengan akta kelahirannya.
Akibat ketidaksesuaian nama Nunun di situs Interpol dan paspornya, Hikmawanto mengatakan hal tersebut akan menyulitkan Interpol untuk menangkap Nunun karena ketidaksesuaian itu. Meskipun, wajah Nunun sama seperti foto yang terpampang di situs Interpol.
Hikmawanto menduga, ketidaksesuaian itu akibat dari kesalahan administratif soal pencantuman nama. Pihak Interpol hanya menerima nama yang diajukan oleh lembaga penegak hukum di Indonesia. "Ya kita tidak tahu, apakah kesalahan administratif pengajuan nama itu dilakukan oleh KPK atau Polri," katanya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI, paspor istri suami mantan Wakapolri, Adang Dorodjatun memang menggunakan nama Nunun Nurbaeti. Aturan Keimigrasian menyebutkan setiap paspor itu menggunakan nama berdasarkan akta lahirnya. Kalau tidak ada akta lahir baru menggunakan ijazah pendidikan dan akta nikah.
Seperti diketahui, nama Nunun mulai masuk dalam situs Interpol yang berpusat di Lyon, Prancis hari ini. Interpol di Indonesia (NCB), telah meng-upload-nya Senin malam di situs Interpol.go.id. Di situ dituliskan identitas Nunun sebagai Nunun Daradjatun dan identitasnya dengan tuduhan pelanggaran korupsi.
Nunun adalah tersangka penyuapan cek pelawat kepada para anggota DPR pada 2004 untuk pemenangan Miranda S Goeltom sebagai Dewan Gubernur Senior (DGS) BI. Sejumlah anggota DPR periode itu telah diganjar hukuman dan ada yang masih diadili. Bahkan beberapa di antaranya telah menyelesaikan masa hukumannya. Rata-rata mereka dihukum cukup ringan, sekitar 2 tahun.