REPUBLIKA.CO.ID,DAMASKUS - Anggota Biro Politik Gerakan Perlawanan Islam Hamas, Izet Rasyq, mengatakan bahwa gerakan Fatah meminta penundaan pertemuan rekonsiliasi yang sedianya diadakan pada Selasa (21/6) di Kairo. Pertemuan antara Hamas dan Fatah itu rencananya akan dihadiri Khaled Misy'al dan Mahmoud Abbas.
"Ketua delegasi dialog dari gerakan Fatah, Azam al Ahmad, telah menghubungi kami meminta penundaan waktu. Karena, Mahmud Abbas masih tetap gigih dengan usulannya agar Salam Fayad menjabat sebagai perdana menteri pemerintah mendatang. Penundaan ini belum dilakukan kesepakatan dengan Hamas," kata Rasyq.
Dia menegaskan bahwa sikap Hamas adalah tetap melanjutkan pertemuan sesuai jadwal tanpa ada penundaan. Pengumuman penundaan ini sebagai langkah sepihak dari gerakan Fatah dan tidak ada kesepakatan terlebih dahulu dengan gerakan Hamas dan dengan mediator Mesir.
Rasyq menyatakan bahwa ide pertemuan dengan dihadiri oleh Misy'al dan Abbas pada dasarnya adalah usulan dari gerakan Fatah. Usulan tersebut disetujui oleh gerakan Hamas dengan tetap konsisten pada sikap teguh gerakan untuk tidak menerima Fayad sebagai perdana menteri pemerintah mendatang.
Masalah ini sudah jelas bagi delegasi gerakan Fatah dan mediator Mesir. Atas dasar ini, maka telah dilakukan komunikasi dengan Khaled Misy'al dan Mahmud Abbas serta dijadwalkan waktu pertemuan pada Selasa (21/6) besok.
Rasyq menambahkan, "Sesungguhnya kami berharap terjadi pertemuan dalam waktu dekat untuk menyepakati pembentukan pemerintah dan memantau file-file rekonsiliasi. Penundaan ini tidak memberikan maslahat buat siapapun."
Rasyq menegaskan bahwa pemilihan perdana menteri harus dilakukan dengan kesepakatan dan bukan dengan pemaksaan pilihan pihak manapun. Tidak boleh menggiring rakyat Palestina dengan satu pilihan. Padahal, mereka kaya dengan keahlian nasional dan profesionalisme yang mampu mengelola fase ini.