Senin 20 Jun 2011 17:58 WIB

Pidato SBY di ILO Dibilang Pepesan Kosong, Ingrid Keluar Membela SBY

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat akan menyampaikan pidatonya pada konferensi ke-100 Organisasi Buruh Internasional (ILO), di Palais des Nations, Jenewa, Selasa (14/6).
Foto: Antara/Abror-Setpres
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat akan menyampaikan pidatonya pada konferensi ke-100 Organisasi Buruh Internasional (ILO), di Palais des Nations, Jenewa, Selasa (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat (FPD), Ingrid Kansil, mengecam pihak-pihak yang mengaitkan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan sidang Organisasi Buruh Internasional (ILO) dengan kasus dipancungnya TKI Ruyati binti Sapubi di Arab Saudi. Ingrid di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/6) menyatakan bahwa pihak-pihak yang mengatakan pidato SBY sebagai pepesan kosong tentunya tidak memahami komitmen SBY terhadap perlindungan TKI.

"Masa presiden kita di ILO dielu-elukan, di sini dihujat. Mereka, yang menghujat presiden bahwa pidato presiden di ILO itu pepesan kosong, tentunya adalah mereka yang tidak menilik dan tidak memahami lebih dalam persoalan Ruyati ini," ujar Ingrid.

Menurut dia, pemerintah maupun presiden dalam kasus ini sudah melakukan kepedulian yang nyata. Pemerintah sudah berupaya melakukan pendampingan, seperti kepergian Menkumham ke Arab Saudi yang bertemu dengan Menkumham Arab Saudi dan Komisi HAM Arab Saudi. Karena itu, mengkaitkan pernyataan SBY di ILO dengan kasus Ruyati dinilai tidak bijak dan tidak ada hubungannya dengan komitmen SBY.

"Masalahnya kita juga harus menghormati proses hukum negara lain. Permasalahan terletak pada Arab Saudi yang tidak memberikan kabar pada pemerintah. Ini bukan kesalahan pemerintah kita," katanya.

Pemerintah melalui KBRI di Jeddah sudah melayangkan keberatan kepada pemerintah Arab Saudi. "Mereka yang mengkritik presiden itu tidak paham bahwa proses hukum harus dihormati," katanya.

Ingrid bahkan menuding mereka yang tidak bisa menghargai proses hukum di Arab Saudi adalah mereka yang terbiasa mengintervensi proses hukum dengan mempolitisasi. "Celaan dan kritikan hanya untuk mempolitisasi situasi. Seharusnya mereka bisa memiliki komitmen yang sama dengan pemerintah dan menjadikan komitmen pemerintah sebagai komitmen bersama. Mari sama-sama bahu-membahu bukan hanya mengkritik," katanya.

Dia menyatakan bahwa mereka yang mengkritik juga tidak memahami apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk melindungi nasib para TKI. "Kita sudah melakukan berbagai MoU di mana kemudian keluar pembatasan-pembatasan seperti majikan yang boleh menerima TKI adalah mereka yang berpenghasilan minimal 10 ribu riyal atau minimal Rp 24 juta," katanya.

TKI juga harus mudah melakukan komunikasi. "Pak SBY bukan pepesan kosong seperti yang mereka tudingkan," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement