REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah masih mempertimbangkan untuk memoratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, demikian Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono di Istana Negara, Jakarta, Rabu (22/6).
Dia mengatakanpemerintah memang telah menerima permintaan dari banyak pihak untuk memoratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi.
"Memang kami kira itu perlu untuk dipikirkan dan dipertimbangkan. Kami pikirkan apakah perlu segera moratorium ataukah ada langkah lain. Ini yang kami terima ada banyak pihak yang minta moratorium," tuturnya.
Agung meminta pihak yang mengajukan permohonan moratorium bersabar karena Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama dengan Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan TKI (BNP2TKI) sedang mengkajinya.
Kajian itu dilakukan sesuai perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu lalu menyusul penganiayaan terhadap TKW bernama Sumiati di Arab Saudi.
Agung mengatakan, saat ini Indonesia dan Arab Saudi tengah mengupayakan nota kesepahaman untuk perlindungan TKI di negara itu agar hak-hak mereka terpenuhi dan mereka mendapatkan jaminan perlakuan manusiawi.
Meski mengaku kecolongan atas eksekusi terhadap Ruyati yang tanpa pemberitahuan sebelumnya, Agung mengatakan, pemerintah telah beupaya maksimal mendampingi Ruyati selama menjalani proses hukum.
"Sebenarnya ada pendampingan di proses peradilan oleh perwakilan kita di sana sebagaimana mestinya. Yang jadi soal ini kan tiba-tiba tanpa pemberitahuan sudah ada eksekusi," ujarnya.
Hal senada disampaikan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha dan Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hukum Denny Indrayana yang menyatakan upaya perlindungan terhadap TKI telah dijalankan pemerintah melalui pendampingan proses hukum.
Julian pun mengatakan, moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi masih melalui beberapa penilaian dan pertimbangan sebelum diputuskan.
Presiden, menurut Julian, akan mendengarkan paparan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI, dan Menteri Luar Negeri yang melaporkan keadaan TKI melalui perwakilan di negara bersangkutan, guna mengumpulkan informasi tentang perlu atau tidaknya pemberlakukan moratorium tersebut.
"Tentu itu sudah ada dalam beberapa opsi atau kajian yang pernah dulu dibahas, tapi kami belum sampai pada kebijakan apakah itu perlu dilakukan atau tidak. Karena itu perlu dilakukan suatu `assestment` penilaian dulu sebelumnya," tuturnya.