REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menlu Marty Natalegawa mengakui jika proses pengadilan di Arab Saudi sebagaimana telah dinilai sejumlah lembaga internasional sebagai tidak transparan, terkait dengan kelalaian Saudi tidak menginformasikan kepada Pemerintah Indonesia eksekusi Ruyati Binti Satubi, WNI yang dituduh membunuh majikannya.
"Proses pengadilan di Arab Saudi tidak transparan. tercatat dari laporan lembaga internasional, tidak hanya jadwal eksekusi tapi juga akses pengacara juga sangat terbatas," kata Menlu Marty di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis pagi.
Menlu menyampaikan hal itu dalam penjelasannya mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah terutama Kementerian Luar Negeri guna melindungi warga negara Indonesia di luar negeri dan terkait kasus hukum pancung terhadap Ruyati binti Satubi, TKW yang terbukti melakukan pembunuhan terhadap majikannya.
Khusus untuk kasus Ruyati, Menlu mengatakan bahwa perwakilan Indonesia di Arab Saudi, KJRI Jeddah telah melakukan pendampingan kepada yang bersangkutan sejak Ruyati ditahan kepolisian Arab Saudi dan menjalani persidangan guna memastikan hak-hak Ruyati dipenuhi.
KJRI di Jeddah, kata Menlu, juga mengupayakan pengampunan ke keluarga korban dan Gubernur Makkah - walaupun ditolak - setelah Ruyati mengaku dalam persidangan bahwa ia memang membunuh majikannya pada 12 Januari 2010. Menlu Marty menyebut hal itu sebagai suatu fakta yang tidak boleh dilupakan.
Ia juga mengatakan bahwa pihak KBRI telah menyampaikan hal itu kepada keluarga Ruyati.
Namun, lanjut dia, sementara proses permohonan pengampunan dilakukan pada 18 Juni 2011, otoritas Arab Saudi melakukan eksekusi terhadap Ruyati tanpa memberi tahu perwakilan Indonesia.
Menlu Marty mengatakan Pemerintah Indonesia telah menyampaikan nota protes terhadap pemerintah Arab Saudi terkait kelalaian tersebut dan dua kali memanggil duta besar Arab Saudi di Indonesia.
"Indonesia mengecam dan menyampaikan protes keras, eksekusi tanpa pemberitahuan lebih dahulu bertentangan denan praktik internasional," katanya.