REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Agus Gumiwang, mengatakan akan memanggil Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring terkait rencana akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang juga memiliki stasiun televisi SCTV.
"Kita akan mempertanyakan langkah akusisi itu kepada Menkominfo dalam rapat kerja nanti," kata Agus Gumiwang kepada wartawan di Jakarta, Rabu. Lebih lanjut Agus Gumiwang mengatakan, Komisi I DPR juga akan mempertanyakan alasanya Menkominfo yang terkesan membiarkan akuisisi tersebut berjalan, padahal jelas-jelas melanggar UU Penyiaran.
Agus mengakui secara UU Pasar Modal memang tak melanggar. Namun, karena industri penyiaran terkait juga dengan UU Penyiaran, maka tetap harus dipatuhi. "Ya, benar memang kalau dari sisi UU Pasar Modal tak masalah, tapi UU Penyiaran juga harus ditaati. Intinya, kita ingin semua UU itu ditaati dan dipatuhi, termasuk UU Penyiaran," kataya.
Hal yang sama dikatakan anggota Komisi I DPR F-Partai Gerindra, Ahmad Muzani. Dia sepakat Komisi I DPR kembali mempertanyakan akuisisi Indosiar oleh PT EMTK,Tbk kepada Kementrian Kominfo. "Ya, tentu akan kita pertanyakan,"katanya.
Sementara pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens justru mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memulai pembenahan bangsa dan negara ini dari sektor hukum, karena pangkal dari segala permasalahan yang jamak muncul di Indonesia saat ini karena persoalan hukum.
Lebih lanjut Boni menjelaskan, banyaknya produk hukum yang dilanggar oleh aparat penegak hukum, termasuk oleh para menteri kabinet, pada akhirnya merusak seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara.
Boni mencontohkan, kasus akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK). UU Penyiaran yang dengan tegas melarang pemusatan kepemilikan frekuensi penyiaran pada satu orang, justru dilanggar oleh Badan Pengawas Pasal Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Kementerian Kominfo) dengan membiarkan proses itu berlanjut.
Padahal, kata Boni, DPR dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengeluarkan sikap bahwa akuisisi itu melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan PP No 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta yang ditandatangani sendiri oleh Presiden SBY.
KPI melalui 'legal opinion' yang dikeluarkan pada 7 Juni 2011 lalu, secara tegas menolak akuisisi ini, demi menjamin semangat UU Penyiaran. PT EMTK tetap ngotot, padahal dengan mengakuisisi Indosiar, PT EMTK akan memiliki tiga frekuensi di satu provinsi yakni SCTV, O Channel, dan Indosiar.
Bagaimana pun, kata Boni, akuisisi yang dipaksakan oleh pemerintah telah mengkhianati roh UU Penyiaran yang sangat demokratis, dengan memberi ruang kepada keragaman kepemilikan dan keragaman konten.
Boni melihat sikap Bapepam-LK ini tidak lepas dari ketidaktegasan Kementerian Kominfo selaku regulator, yang justru membiarkan hal ini terjadi. Ini dikuatkan dengan pernyataan Menkominfo Tifatul Sembiring bahwa UU Penyiaran tidak menjangkau akuisisi tingkat holding, sehingga diserahkan begitu saja kepada Bapepam-LK.
"Ini yang sangat disayangkan. Kementerian yang seharusnya menjalankan UU Penyiaran justru membiarkan PT EMTK melakukan pemusatan kepemilikan frekuensi milik publik. Presiden harus mencopot bawahannya, dalam hal ini Menkominfo, yang melanggar UU," katanya.
Sementara itu, Kepala Humas Kemkominfo Gatot Dewa Broto di Jakarta, Kamis, mengatakan, pihaknya tidak mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan UU. "Prinsip kami tetap harus mengacu pada UU," katanya.
Gatot Dewa Broto juga membantah Kementerian Kominfo mengulur-ulur waktu terkait sikap lembaga itu terhadap rencana akuisisi Indosiar oleh PT EMTK. "Kementerian Kominfo tidak ada maksud mengulur-ulur waktu, karena semata-mata melihat urgensinya," katanya