REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS - Pemandangan di ibu kota Suriah, Kamis begitu kontras dengan suasana yang terjadi dalam beberapa hari terakhir di sisi perbatasan Turki. Warga di Ibu kota masih menikmati jalan-jalan santai, sebagian besar berdagang dan merasa tak ada situasi yang membuat kesal akhir-akhir ini.
Sementara di sisi perbatasan sekitar 10 ribu pengungsi mencari tempat bernaung yang aman setelah kerusuhan terus mengguncang negara tersebut. Perbatasan Suriah dengan Turki, sekitar 400 kilometer utara Damaskus dipenuhi dengan ribuan warga dengan harta benda seadanya. Banyak dari mereka yang menuturkan kisah kekerasan dan ancaman dari pasukan keamanan dan bersumpah tak akan kembali sebelum Presiden Bashar al-Assad pergi.
Kantor berita pemerintah Suriah, SANA mengatakan, 26 martir dari pihak pasukan keamanan telah dimakamkan, amis setelah diserang oleh grup teroris bersenjata, Jisr al Shugur. Sementara 20 tentara lain telah dimakamkan sehari sebelumnya. Selama pemberontakan dan kerusuhan terjadi, pemerintah Suriah melabeli oposisi sebagai teroris dan gembong kriminal bersenjata.
Sedikitnya 10.224 orang termasuk 5.000 anak-anak telah melintasi perbatasan Suriah menuju Turki, demikian menurut Kementrian Manajemen Bencana dan Darurat, Kamis (23/7). Lima kamp pengungsian telah didirikan di wilayah Turki di bagian perbatasan Suriah-Turki untuk menampung warga Suriah, demikian menurut kementrian.
Dalam sebuah pidato, Rabu, menteri luar negeri Suriah, Moallim, mengecam pihak-pihak yang mengkritik janji reformasi yang dilontarkan al-Assad. Ia menegaskan militer hanya menarget geng-geng bersenjata. Pejabat pemerintahan juga mempertanyakan pemberitaan media yang fokus pada jumlah relatif kecil pengungsi Suriah bila dibanding dengan perang Irak yang memaksa 1 juta orang keluar dari negara itu.
Sementara di Damaskus sekelompok kecil pengunjuk rasa pro-pemerintah berkumpul di luar kediaman duta besar AS untuk Suriah, Kamis. Mereka meneriakkan hinaan dan mencoba memanjat dinding pagar untuk memasuki kompleks tersebut. Namun mereka berhasil dihentikan sebelum berhasil memasuki kediaman, demikian menurut keterangan Kedubes AS.
Duta besar AS, Robert Stephen Ford, menurut sebuah sumber, sedang tak berada di tempat saat itu. Sementara Suriah terus meningkatkan upaya mematahkan gerakan protes dengan menyerukan reformasi pemerintahan.
Tak hanya seruan, militer Suriah juga terus melakukan langah opresif. Pasukan Suriah, Kamis (23/6), bergerak ke sebuah desa di dekat perbatasan Turki, Khirbet al-Jouz, dekat lokasi di mana 10 ribu warga Suriah tinggal dalam kamp-kamp pengungian setelah meninggalkan negara itu.
Militer terus mendekat ke desa tersebut dengan tank-tank dan kendaraan lapis baja penuh persenjataan berat, tak lama sebelum fajar, ujar seorang aktivis anti pemerintah, Jamel Saib yang tinggal di sebuah kemah pengungsian di dekat desa tersebut.
Di Washington, menlu AS, Hillary Clinton menyatakan sangat prihatin dengan laporan bahwa militer Suriah telah mengepung dan menarget sebuah desa di perbatasan. Desa itu kira-kira berjarak 500 meter dari perbatasan Turki.
"Jika benar, aksi agresif itu hanya akan memperburuk situasi pengungsian di Suriah yang sudah tak stabil," ujarnya. Clinton menambahkan ia telah mendiskusikan masalah itu dengan menlu Turki, Ahmet Davutoglu.
"Situasi itu berdampak jelas, kecuali Suriah menghentikan serangan dan provokasi mereka, sikap itu tak hanya berpengaruh kepada rakyat mereka sendiri tapi juga berpotensi menimbulkan bentrokan di perbatasan, yang terjadi konflik semakin parah di kawasan tersebut," ujarnya.
Demonstrasi menentang kepemimpinan al-Assad dimulai satu bulan lalu di kota Daraa dan dengan cepat dipatahkan oleh pasukan keamanan. Namun gerakan anti-pemerintahan juga menyebar kian cepat di wilayah-wilayah lain begitu protes dihadapkan dengan tindakan keras rezim al-Assad.
Setelah tiga bulan berjalan, protes dan kerusuhan di Suriah telah menyebabkan 1.100 orang terbunuh salah satunya yang sempat menghiasi headline media massa adalah kematian bocah berusia 13 tahun, Hamza Ali al-Khateeb yang disiksa dan dimutilasi militer Suriah. Sementara ribuan lain masih ditahan dan tak diketahui kabar beritanya, demikian menurut laporan aktivis hak asasi manusia.