REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengesahan Undang-Undang No 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sarat persekongkolan antara pemerintah dan DPR. "Karena di sana sangat terlihat keinginan atau tujuan melemahkan MK," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, Jumat (24/6).
Ia mengatakan unsur masyarakat, koalisi masyarakat sipil, akademisi akan bersama-sama melawan hal tersebut. Febri mengatakan UU MK yang baru disahkan tersebut sarat akan kepentingan-kepentingan yang bukan berasal dari kepentingan rakyat. Tetapi, hanya kepentingan sempit para politisi.
"Kami masih melakukan kajian lebih jauh apakah permintaan kami nantinya agar UU MK dibatalkan semuanya. Kami masih mempertimbangkan itu," katanya.
Sebab, kalau UU dibatalkan, akan kembali ke UU sebelumnya. Hal ini pernah terjadi pada UU Kelistrikan yang dibatalkan seluruhnya.
Ia juga menegaskan, poin yang penting terkait revisi UU MK terkait ultra petita. Dijelaskannya, proses hukum di MK bukan proses hukum acara perdata.
Menurutnya, sengketa yang masuk ke meja MK adalah sengketa publik dimana kekuatan DPR dan pemerintah itu melanggar konstitusi. "Jadi, ukurannya mesti konstitusi bukan permohonan dari pihak tertentu. Artinya, MK boleh saja memutuskan lebih dari permohonan yang dimintakan," katanya.