REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, meminta polisi menetapkan tersangka dari internal MK. Itu agar kasus itu tak melebar kemana-mana dan kasus itu bisa cepat selesai. Meski begitu, Mahfud tak mau menyebut apakah internal MK itu adalah mantan hakim konstitusi Sanusi Arsyad. "Jika tersangka dari dalam MK itu lebih efektif," ujarnya, Senin (27/6).
Mahfud menyarankan, polisi juga bisa menetapkan tersangka dari atas ke bawah. Sehingga pembuat surat palsu bisa dijerat terlebih dulu. Setelahnya, tersangka bisa dari pihak yang menyerahkan dan memanfaatkan surat palsu tersebut.
Apakah berarti Andi Nurpati yang jadi tersangka terlebih dulu? Mahfud enggan menjawab dan menyerahkan penetapan tersangka kepada polisi. "Kalau bicara orang itu ranah polisi. MK hanya menangani masalah administrasi," katanya menerangkan.
Yang pasti, kata dia, polisi dalam pekan ini mengumumkan siapa tersangka utama pembuat surat palsu. Hal itu mengingat polisi sudah selesai merangkai fakta-fakta hukum. Sehingga pembuat dan orang yang terlibat memanfaatkan surat palsu bisa dijerat UU Pemalsuan dan Penggelapan Dokumen Negara. "Kami dan polisi saling tukar informasi," ujarnya.
Karena itu, ia yakin kasus itu akan diusut sampai tuntas. Mahfud memuji dalam kasus ini polisi bekerja dengan cermat dan profesional. Meski Andi Nurpati yang disebut aktor utama kasus surat palsu terus membantah, Mahfud menilai polisi tak bodoh dalam bekerja. Sebab, rangkaian fakta yang disusun penyidik sudah mengarah kepada orang ke orang.
Dijelaskannya, penetapan tersangka wajib diumumkan ke publik. Itu demi transparansi tanggung jawab kerja polisi ke masyarakat. "Harus diumumkan, itu terserah polisi siapa yang tersangka. Ini agar polisi bisa memperbaiki sistem kerjanya ke masyarakat," pungkas Mahfud.