REPUBLIKA.CO.ID, YUNANI - Ini bukan pertama kalinya bahwa Sylvia Hale, 69 tahun, ditanya mengapa dia begitu aktif dalam perjuangan hak-hak bangsa Palestina. Padahal di negara asalnya, Australia, ada bangsa yang senasib dengan Palestina, yaitu suku Aborigin.
Hale, seorang mantan anggota parlemen Partai Hijau, segera menjawab: "Tidak diragukan lagi, Australia memiliki sejarah yang sangat rasis," katanya. "Namun, menggunakan retorika Aborigin digunakan ini sebagai taktik pengalihan untuk menghindari perdebatan tentang kebijakan Israel, atau kritik saya dalam mendelegitimasi Israel."
Di negaranya, Hale bukan aktivis yang tak diperhitungkan. Bertahun-tahun, ia aktif menyuarakan penolakan terhadap inisiatif untuk membatasi hak-hak suku Aborigin, berjuang memerangi diskriminasi terhadap pengungsi di Australia, dan menentang kebijakan menghentikan perahu pengungsi.
Sebelum memasuki parlemen, dia menyembunyikan dua pengungsi di rumahnya agar mereka tidak ditangkap.
Minggu ini Hale dan tiga rekannya dari Autralia akan bergabung dengan aktivis lain dari berbagai dunia di dalam kapal Tahrir, kapal Kanada yang berpartisipasi dalam armada ke Jalur Gaza.Ia menempuh perjalanan selama 48 jam, termasuk berhenti di beberapa bandara.
Hale dan temannya, Vivienne Porzsolt, juga 69 tahun, kini sudah berada di hotel dimana penumpang Tahrir telah berkumpul.
Porzsolt juga bukan 'orang baru' dalam memperjuangkan hak-hak minoritas. Ia telah terlibat dalam perjuangan sosial di Selandia Baru, di mana ia dilahirkan, dan di Australia, di mana dia sekarang tinggal. Dalam CV-nya, aktivitas dia termasuk memprotes perang di Vietnam, dan apartheid di Afrika Selatan, dan keterlibatan dalam gerakan feminis. Ia menolak keras pendudukan Israel sejak awal.