REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam rapat panja mafia pemilu di Komisi II DPR, nama mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi seringkali disebut. Tak hanya itu, beberapa nama kerabat yang mememiliki hubungan darah dengannya pun sempat diucapkan.
Seperti oleh panitera pengganti, Nallom Kurniawan. Ia menjelaskan saat pertama kali bertemu dengan Dewi Yasin Limpo di basement KPU tertanggal 17 Agustus 2010, sempat ada percakapan via telpon dengan salah satu putri Arsyad bernama Nisa.
"Dewi menelpon orang. Tak lama, telpon itu diserahkan kepada saya. Katanya, Nesya, putri Arsyad mau bicara," katanya menirukan, Kamis (30/6).
Percakapan itu tak lama tetapi ada kalimat yang memohon Nallom agar bisa menolong Dewi agar bisa menjadi caleg. "Tolonglah itu ibu Dewi untuk berjuang menjadi caleg," katanya samar-samar menirukan.
Selain itu, Nallom pun bercerita adanya rekapitulasi perhitungan suara yang hilang untuk dapil Sulsel 1. Tetapi kemudian muncul tabel rekapitulasi suara lain yang berasal dari hakim Arsyad.
"Itu tabel perhitungan suara semacam matriks angka dan tidak berisi validasi apapun dan tidak dimasukab ke persidangan di MK," katanya.
Dengan ketidakjelasan validitas rekapitulasi suara itu, Arsyad tetap meminta agar Nallom membuatkan seperti yang dimintakan. Tetapi, ia mengaku mengabaikan perintah atasannya itu.
Tak hanya Nallom, staf MK yang lain, Muhammad Faiz pun sempat memberikan kesaksiannya. Kali ini dengan kasus yang sedikit berbeda. Kali ini putra Arsyad bernama Cakra yang meminta padanya untuk menanyakan prospek dapil Sulawesi Tenggara 5. "Cakra ingin diperlihatkan permohonan mengenai dapil Selteng 5," katanya.
Sebab, untuk dapil Sulteng 5, ada pemohon yang mengajukan berkas ke MK. Faiz mangaku pemohon untuk kasus Dapil Sulteng 5 masih seringkali menghubunginya. "Perwakilan pemohon ini bahkan sempat mengajak makan siang. Ia ngotot agar pemohonannya dikabulkan," katanya.