REPUBLIKA.CO.ID, WINA - Pemberontak Libya sangat memerlukan senjata baru buat perjuangan mereka guna menggulingkan Muamar Qaddafi. Pandangan itu disampaikan Kepala Dewan Peralihan Nasional (TNC) Mahmoud Jibril, Kamis (30/6), di Wina.
"Pemberontak hanya memiliki senjata ringan," kata Jibril setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Austria, Michael Spindelegger, sebagaimana dilaporkan kantor berita Jerman, DPA. "Kami memerlukan senjata untuk mengakhiri pertempuran dengan cepat."
Tapi pada Jumat (1/7), pemberontak Libya juga mengatakan mereka siap mengakhiri konflik mereka dengan Moammar Qaddafi melalui cara militer. Pemimpin yang telah lama berkuasa itu, ujar mereka, harus mundur demi setiap penyelesaian politik.
Ketika ditanya apakah ia berpendapat konflik tersebut akan berakhir melalui cara politik atau militer, wakil Dewan Peralihan Nasional, Mansour Safy An-Nasr, mengatakan, "Kami siap dengan kondisi apa pun."
"Tentara bergerak maju," kata An-Nasr. "Ia harus pergi," tambah An-Nasr, yang merujuk kepada Qaddafi.
Prancis, Rabu (29/6), menyatakan negara itu telah mengirim amunisi dan senjata ringan melalui udara bagi suku Berber, yang memerangi pasukan pemerintah di pegunungan Nafusa di bagian barat Libya, awal Juni.
Prancis pertama kali mendorong aksi militer terhadap pasukan Libya dan menjadi negara pertama yang memberi pengakuan diplomatik buat TNC. Jibril, sebagaimana dikutip AKI, Jumat (1/7), juga mengatakan ekspor minyak dapat memerlukan waktu bertahun-tahun untuk kembali ke tingkat sebelum perang saudara meletus pada Februari.