REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera mengambil alih pengusutan kasus korupsi proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dari tangan Kejaksaan Agung. Karena, kasus tersebut dinilai berlarut-larut terlalu lama.
Menurut Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Nasional Lembaga Pemantau Penyelenggara Triaspolitika Republik Indonesia (LP2TRI), Teuku Chandra Adiwana, penanganan kasus Sisminbakum yang berlarut-larut itu bertentangan dengan agenda pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, jika bukti-bukti korupsinya kuat, KPK harus segera memproses.
“KPK harus segera mengambil alih kasus ini,” kata Chandra usai menemui jajaran petinggi KPK untuk membahas kasus itu di Kantor KPK, Jumat (1/7).
Menurutnya, selama kasus itu ditangani Kejaksaan Agung, tidak ada perkembangan yang berarti. Berkas Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoesodibyo sudah dinyatakan lengkap (p21) sejak Januari 2011 lalu. Namun, belum ada indikasi dua orang itu dibawa ke pengadilian.“Ini kan aneh, akal sehat kita tidak menerima, KPK harus melihat apa yang sedang terjadi,” katanya.
Menurut Chandra, berdasarkan Pasal 8/UU/KPK, KPK bisa mengambil alih kasus penyidikan korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan atau Kepolisian berlarut-larut. Selain itu, kasus itu mendapat perhatian dan meresahkan mesyarakat serta menyebabkan kerugian negara yang besar.
Seperti diketahui, kerugian negara akibat proyek Sisminbakum ditaksir kejaksaan mencapai Rp 420 miliar. Nilai itu merupakan akumulasi yang terkumpul antara tahun 2001-2008. Dalam proyek Sisminbakum, 90 persen biaya akses mengalir ke PT Sarana Rekatama Dinamika, rekanan Departemen. Sedangkan Koperasi Pengayoman Karyawan Departemen Hukum dan HAM hanya kebagian sisanya.
Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka kasus Sisminbakum. Tiga di antaranya adalah eks Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia: Romli Atmasasmita, Syamsuddin Manan Sinaga, dan Zulkarnain Yunus. Selain itu, ada Yohannes Woworuntu, eks Direktur Sarana Rekatama Dinamika, dan Ali Amran Jannah, eks Ketua Koperasi Pegawai Dephuk dan HAM Pengayoman.