Ahad 03 Jul 2011 08:16 WIB

Pengamat UI: Dugaan Pemalsuan Surat MK Masalah Serius

Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta.
Foto: kpu.jabarprov.go.id
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens, berpendapat kasus pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi pada 2009 merupakan masalah amat serius dalam demokrasi.

"Kita semua tahu pemilu adalah salah satu indikator utama untuk mengukur hidup-mati demokrasi di sebuah negara," katanya dalam pernyatannya dari Berlin (Jerman) yang disampaikan kepada pers.

Dia mengatakan bahwa mutu demokratisasi ditentukan oleh seberapa transparan, jujur dan partisipatif sebuah proses elektoral. "Suhartoisme bertahan 32 tahun dan kita semua kecewa dengan sejarah gelap itu karena dirasakan roh demokrasi mati total. Kita bisa menilai demikian karena pemilu yang adalah indikator penting tadi tidak berlangsung jujur, adil, transparan dan partisipatif," katanya.

Partisipatif dalam pengertian sebuah keterlibatan yang bebas dan mandiri dari seluruh rakyat itu bukan karena mobilisasi atau pemaksaan. "Kita masih mendengar dan merasakan ada yang tidak normal dalam proses elektoral kita sesudah 1998 dan paling heboh adalah Pemilu 2009,'' katanya. ''Salah satu alasan, kemenangan salah satu partai ketika itu yang mematahkan seluruh teori tentang pembangunan dan perkembangan partai politik di dunia, di mana ia menjadi pemenang hanya dalam usia lima tahun sejak berdiri.''

Sekarang kecurigaan yang tercecer di tengah masyarakat mulai mengarah pada kebenaran dengan adanya kasus pemalsuan keputusan MK untuk Dapil Sulawesi Selatan I di mana salah satu wasit dari pemilu, yakni anggota KPU diduga terlibat. Menurut Boni yang sedang berada di Berlin untuk menyelesaikan studi, kejahatan elektoral banyak bentuknya. Orang bisa bermain mulai dari "gerrymandering" atau pembagian wilayah pemilihan (dapil) atau disebut konstituensi dalam sistem Inggris atau distrik dalam praktik di Amerika Serikat. Pembagian dapil diatur berdasarkan faktor yang menguntungkan partai tertentu atau politisi tertentu yang bisa mengatur KPU dalam pembagian dapil. Bentuk lain dari kejahatan elektoral adalah penipuan dan pencurian suara.

"Maka, kita mendesak polisi segera mengusut keterlibatan pihak yang terduga dan segera tetapkan sebagai tersangka di antara atau semua mereka yang disebut terlibat," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement