REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Ribuan warga Mesir meneriakkan kekecewaan mereka atas lambannya penuntutan rezim Mubarak, Jumat (8/7). Mereka turun ke jalanan dalam aksi massa yang berjuluk "Penentuan Jumat-Revolusi Pertama".
Sementara itu, polisi dan pasukan militer menjauh dari Tahrir Square, pusat pemberontakan populer yang menggulingkan Presiden Hosni Mubarak dari kekuasaannya, Februari lalu. Para penyelenggara protes mengambil alih sebuah plaza, memeriksa kartu identitas orang-orang yang lewat dan mengatur lalu lintas.
"Revolusi Pertama, kita menginginkan perubahan dan pemerintahan yang serius," demikian tulisan spanduk yang tergantung di deretan tenda yang didirikan di lapangan di mana demonstran bersumpah untuk menggelar pemogokan terbuka hingga tuntutan mereka terpenuhi.
Mereka menuntut Mubarak dan para pejabat yang terlibat dalam penumpasan mematikan terhadap para pengunjuk rasa selama pemberontakan 18-hari, agar segera diadili secara terbuka. Tuntutan lainnya termasuk pembersihan lembaga negara dari para loyalis Mubarak, dan dilakukannya langkah-langkah "nyata" untuk mempromosikan keadilan sosial.
Protes serupa direncanakan akan digelar di bagian lain Mesir, terutama di kota-kota yang menjadi titik protes seperti Alexandria dan Suez.
Malam sebelum aksi protes, pemerintah Mesir mengumumkan bahwa 25 mantan politisi, dan para pengusaha, termasuk dua rekan dekat Mubarak, telah diseret ke pengadilan pidana atas tuduhan menghasut serangan terhadap pengunjuk rasa di Kairo pada puncak pemberontakan terhadap mantan presiden.
Pada 2 Februari lalu, demonstran yang berkemah di Tahrir Square dibuyarkan oleh barisan pengendara unta yang dipersenjatai cambuk dan golok—yang diduga telah disewa oleh loyalis Mubrak untuk mengusir mereka. Serangan ini dijuluki media-media lokal sebagai "Perang Unta".
Lebih dari 20 kekuatan politik dan partai, termasuk Ikhwanul Muslimin yang berpengaruh, mengatakan mereka akan mengambil bagian dalam protes untuk mengembalikan revolusi ke jalurnya.