REPUBLIKA.CO.ID,SANAA--Puluhan ribu pemrotes berpawai di Sanaa, Jumat, untuk menolak ketergantungan Yaman pada AS dan Arab Saudi. Mereka juga menyebut Presiden Ali Abdullah Saleh, yang mengalami luka bakar parah dalam serangan di istananya, "secara politis tewas" setelah kemunculannya di televisi. Dalam demonstrasi tandingan, ribuan pendukung Saleh berpawai di daerah selatan Sanaa untuk mengungkapkan rasa syukur atas kesehatan Saleh, dengan meneriakkan "Rakyat ingin Ali Abdullah Saleh."
Di Jalan Sittine, sebelah barat Sanaa, pemrotes anti-Saleh berkumpul dengan membawa spanduk-spanduk yang bertuliskan "Orang-orang AS dan Saudi, jangan campuri urusan Yaman" dan "Ali Saleh secara politis tewas". Pawai serupa berlangsung di kota terbesar kedua Yaman, Taez, sebelah selatan Sanaa.
Saleh dirawat di rumah sakit Arab Saudi dan tidak muncul di depan publik sejak ia terluka parah dalam serangan bom terhadap istana kepresidenannya pada 3 Juni. Di tengah spekulasi mengenai kondisinya, ia akhirnya muncul di televisi Yaman pada Kamis malam. Saleh tampil dengan wajah bekas terbakar dan tangan terbalut perban dan berbicara dari sebuah rumah sakit di Arab Saudi tempat ia menjalani perawatan.
Ia hampir tidak bisa dikenali dan duduk dengan kaku ketika ia berbicara dalam pernyataan terekam yang disiarkan di televisi Yaman. Saleh menyatakan menjalani "lebih dari delapan operasi yang berhasil akibat luka-luka bakar yang dideritanya dalam kecelakaan" dan menyerukan dialog. "Penampilan Saleh itu dimaksudkan untuk mendorong semangat pendukungnya dan menekan oposisi agar menerima putra dan keluarganya dalam kehidupan politik di Yaman," kata Mohammed al-Asal, seorang anggota komite informasi pemberontakan pemuda, kepada AFP.
Wakil Presiden Abdrabuh Mansur Hadi menghadapi tekanan domestik dan internasional yang meningkat agar menjalankan kekuasaaan satelah Saleh. Namun, kekuasaan Hadi dipandang rapuh karena keluarga Saleh tetap memegang sistem keamanan utama. Diantara mereka adalah putra Saleh, Ahmed, yang memimpin pasukan elit Garda Republik.
Menurut para diplomat, peluang Saleh kecil untuk kembali ke Yaman karena kebuntuan politik parah setelah protes berbulan-bulan yang menuntut pengunduran dirinya. Kelompok suku yang setia pada pemimpin oposisi kuat Sheikh Sadiq al-Ahmar terlibat dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah di Sanaa setelah Saleh menolak menandatangani perjanjian transisi yang ditengahi negara-negara Teluk.
Perjanjian yang telah ditandatangani oposisi itu menetapkan Saleh meninggalkan kekuasaan dalam waktu 30 hari, dan sebagai imbalannya, ia akan memperoleh kekebalan dari penuntutan. Saleh, yang telah berkuasa selama 33 tahun, menghadapi protes sejak Januari untuk menuntut pengunduran dirinya, yang disambut dengan tindakan keras aparat keamanan.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 300 orang. Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS. Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu. Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan. Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP). Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal. AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia. Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini.