REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Abdul Fikar Hajar menjelaskan Mahmakah Agung memang mempunyai kewenangan secara yuridis untuk menilai keputusan pengadilan yang berada dibawahnya.
Namun dalam kasus Prita Muliasari ada rasa keadilan masyarakat yang terlupakan. Pasien kecewa terhadap layanan Rumah Sakit yang dinilai telah merugikan.
"Karena itu bukan sekadar dari pendekatan hukum memandangnya, melainkan juga patut dipertimbangkan rasa keadilan masyarakat,"jelasnya. ketika dihubungi Republika, Sabtu (9/7).
Memang dalam pengadilan dimungkinkan ada pemisahan antara gugatan pidana dan perdata. Gugatan pidana mengadili perbuatan, sementara perdata terkait dengan kerugian materi.
Kalau Prita dimenangkan dalam Perdata pada Oktober silam, artinya tindakan dia dianggap tidak merugikan secara materi. Tetapi bila dia dinilai bersalah dalam pidana, maka perbuatannya telah memenuhi unsur tuntutan itu.
Menurut Abdul, Prita seharusnya tidak dapat dikenakan baik dari unsur pidana atau perdatanya. Alasan pencemaran baik yang diarahkan kepada Prita melalui UU Informasi dan Transaksi Elektronik tidak cukup kuat untuk menjeratnya.
Seseorang dianggap pencemaran baik kalau mengirimkan pesan bernada menjelekan ke lebih dari tiga orang. Namun ada pengecualianya buat sesuatu yang terkait dengan kepentingan umum.
"Dalam konteks prita ada aspek kepentingan umum, ada pelayanan yang dianggap kurang baik,"jelasnya.