REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan komisioner KPU yang kini menjabat di Partai Demokrat, Andi Nurpati menyangkal keterlibatan dirinya dalam upaya pemalsuan surat MK. Menurutnya, dia tidak mengetahui bahwa dasar keputusan di pleno KPU menggunakan surat palsu MK yang isinya memberikan kursi DPR kepada politisi Hanura.
Namun kesalahan Pleno KPU pada 2 September 2009 tersebut dianggap Andi sudah selesai dengan revisi putusan KPU pada pleno dua pekan kemudian. "Kita di KPU enggak tahu ada dua surat. Enggak tahu surat yang masuk ke Pak Ketua KPU yang bentuk faksimile," ujar Andi melalui sambungan telepon, Ahad (10/7).
Berdasarkan keterangan KPU dan Bawaslu pada Panja Mafia Pemilu di DPR, diketahui pada Pleno KPU pada 2 September 2009 memutus berdasar surat MK No. 112 tertanggal 14 Agustus berbentuk kertas faksimile. Hal ini, kata Andi, tidak diketahui dirinya maupun komisioner KPU saat pleno dilakukan.
"Enggak hanya saya semua komisioner enggak tahu karena disposisi dari Pak Ketua KPU kepada Sekjen KPU ke biro hukum dan teknis," lanjut Andi. Mahkamah Konstitusi kemudian menyatakan surat Mk yang digunakan KPU pada 2 september itu palsu.
Saat pleno itu pula Andi meyakini bahwa keputusan yang diketukpalukan olehnya sebagai pimpinan pleno merupakan surat MK yang diserahkan kepadanya pada 17 Agustus 2009 di Gedung Jak TV. "Kemudian belakangan diketahui, oh ternyata (surat asli MK) tersimpan," ujarnya.
Keterangan staf KPU menyatakan sebaliknya. Menurut staf KPU bernama Matnur kepada Panja Mafia Pemilu, dirinya justru menyimpan surat asli MK atas perintah Andi. Surat asli ini baru dikeluarkan satu tahun sejak kasus ini terjadi pada 2009.