Ahad 10 Jul 2011 17:32 WIB

Alquran dan Sains: Garis Edar

Red: cr01
Ilustrasi
Foto: se7enheavens.blogspot.com
Ilustrasi

Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal

Setelah terjadinya ledakan besar dan gugusan benda-benda langit terbentuk, maka tiap benda langit tidak secara sendirian bergerak dan berjalan. Akan tetapi, masing-masing terkait dengan benda langit lainnya dalam satu gugusan kosmik yang mengagumkan.

Gugusan kosmik ini bergerak dalam waktu yang teratur dan terbagi-bagi lagi ke dalam gugusan yang lebih kecil. Di mana benda yang terkecil beredar mengelilingi benda yang lebih besar. Setiap benda ini memiliki kecepatan khusus dan garis edar tempat ia bergerak sehingga tidak terjadi benturan antar yang satu dengan yang lainnya yang dapat mengakibatkan kehancurannya.

Kecepatan antara satu benda dengan benda yang lainnya yang terdapat dalam satu gugusan tidak sama. Karena jika masing-masing memiliki kecepatan yang sama, bisa menyebabkan kerusakan sistem yang mengatur gerakan semua benda ini. Di mana masing-masing benda langit, memiliki gaya gravitasi (saling menarik) dan gaya penahan (menjauh) yang berbeda-beda.

Para ilmuwan selama ini telah berusaha sekuat tenaga, untuk mengetahui sistem pembagian garis edar untuk masing-masing benda langit dan ukuran kecepatan masing-masing serta hubungan antara satu benda dengan yang lainnya, hingga mereka dapat menyimpulkan sistem alam semesta ini, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Padahal kalau kita melihat ke dalam Al-Qur'an dan mencari ayat yang membicarakan tentang garis edar dari benda-benda langit dan cara pengaturan gerakannya, maka kita akan dapatkan dalam Surah Yasin ayat 40, Allah SWT berfirman: “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”

Coba kita perhatikan ayat ini. Dengan merenungkan maksud dari ayat ini, kita akan mendapatkan bahwa Allah SWT menegaskan bahwa matahari tidak mungkin akan mendapatkan bulan. Demikian juga malam tidak akan dapat mendahului siang. Pendapat Al-Qur'an yang meluruskan pendapat yang beredar di kalangan masyarakat Arab ketika itu.

Karena orang Arab, pada saat Al-Qur'an diturunkan, berkeyakinan bahwa siang tidak akan dapat mendahului malam. Melalui ayat ini Allah SWT meluruskan perkataan mereka, dan tidak menafikannya. Allah melalui ayat ini, menegaskan terlebih dahulu bahwa malam tidak akan mendahului siang, yang berarti juga, bahwa siang tidak akan mendahului malam.

Selanjutnya, kalau kita perhatikan kedua peristiwa yang dijelaskan dalam ayat di atas, maka kita mendapatkan bahwa kata sambung yang digunakan adalah kata ‘wa’ yang berarti ‘dan’. Ini tidak lain, kecuali dengan maksud untuk menyatakan bahwa matahari tidak akan mendapatkan bulan, begitu juga bulan tidak akan mendapatkan matahari.

Hal yang sama, malam tidak akan mendahului siang, begitu juga siang tidak akan mendahului malam. Bagi masing-masing ada garis edarnya tempat ia bergerak, sehingga yang satu tidak mengambil garis edar yang lainnya.

Kalau kita teliti lebih dalam, dalam penggunaan kata ‘mendapatkan’ yang dalam bahasa arabnya disebut ‘idrak’, maka lafadz ‘idrak’ ini memiliki dua makna. Yang pertama, pengetahuan akan sebagian atau keseluruhan dari sesuatu. Dan yang kedua, tercapainya kesesuaian antara sesuatu dengan yang lainnya.

Jika kita mengaitkannya dengan hubungan yang terdapat antara matahari dan bulan, maka makna yang kedua yang cocok untuk konteks hubungan di antara keduanya. Di mana kesesuaian itu terdapat pada gerakan kedua benda dan kecepatan masing-masing. Hal mana kesusaian ini mustahil terjadi, karena gaya tarik (gravitasi) dan daya penahan yang dimiliki matahari berbeda dengan yang dimiliki bulan.

Bagian lain dari ayat di atas yang menunjukkan isyarat ilmiah adalah bagian terakhirnya yang mengungkapkan perjalanan semua benda langit dalam garis edarnya. Allah SWT berfirman: “Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”

Maksud dari kata ‘beredar’ yang dalam bahasa arabnya disebut ‘sibahah’, adalah energi yang dikeluarkan oleh seorang perenang untuk dapat mengapung di atas air pada kondisi tercapainya keseimbangan antara dirinya dengan kekuatan yang mengelilingnya, seperti daya dorong ombak dan gravitasi bumi.

Jika kita memerhatikan gerak benda-benda langit, maka kita akan mendapatkan kemiripan dengan gerakan renang ini. Benda-benda langit ini, untuk tetap bergerak di garis edarnya, ia harus memiliki kekuatan untuk menahan daya tarik dari benda langit lainnya. Karena ruang angkasa yang mengelilinya adalah laut baginya dan dirinya adalah perenang di permukaannya.

sumber : Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Al-Qur'an dan Sunnah
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement