REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Patrialis Akbar menyatakan, pihaknya tidak menanggapi apapun keputusan Mahkamah Agung (MA) terhadap kasasi yang diajukan jaksa dalam kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit (RS) Omni Internasional dengan terdakwa Prita Mulyasari.
" 'Sesama bis kota' dilarang mendahului," katanya usai rapat kerja dengan Komisi II DPR di Gedung DPR/MPR di Senayan Jakarta, Selasa (12/7). Dia hanya yakin bahwa keputusan hukum terhadap Prita Mulyasari adalah keputusan yang independen. "Tetapi kami tidak ingin tanggapi apa pun keputusan tersebut," kata Patrialis.
Dia mengemukakan, untuk selanjutnya yang perlu didorong adalah pembaharuan atau restorasi bidang hukum. "Itu tak harus bermuara ke penjara," katanya. Mahkamah Agung (MA) menghukum Prita Mulyasari selama enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun terkait dikabulkannya kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus pencemaran nama baik terkait surat elektronik atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional.
"Amar putusannya itu kabul kasasi jaksa. Kemudian hukumannya itu enam bulan dengan masa percobaan satu tahun," kata anggota majelis kasasi MA, Salman Luthan, di Jakarta, Senin (11/7).
Dengan putusan itu, Prita tidak perlu ditahan untuk menjalankan hukuman enam bulan, hanya saja Prita dipastikan harus berkelakuan baik selama satu tahun. Menurut majelis kasasi, lanjut Salman, Prita terbukti memenuhi kualifikasi tindak pidana pencemaran nama baik, terkait pernyataan Prita dalam surat elektronik mengenai Rumah Sakit Omni Internasional.
Putusan dengan nomor perkara 822K/Pid.Sus ini dijatuhkan pada 30 Juni 2011, oleh majelis hakim agung Zaharuddin Utama, Salman Luthan dan ketua majelis Imam Harjadi. Salman Luthan dalam putusan ini mengajukan beda pendapat (dissenting opinion). "Saya sendiri, menganggap perbuatan Prita Mulyasari tidak memenuhi kualifikasi tindak pidana pencemaran nama baik dengan adanya surat elektronik itu," katanya.
Dalam dissenting opinion pada putusan kasasi tersebut, Salman menilai penulisan surat elektronik yang dibuat Prita tidak terlepas dari peristiwa pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang yang dialami Prita Mulyasari. "Oleh sebab itu tidak memenuhi kualifikasi," kata Salman.
Sementara itu, Komisi Yudisial (KY) mengumpulkan informasi terkait putusan kasasi MA yang menghukum Prita Mulyasari enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. "Saat ini masih dalam tahap mengumpulkan informasi seputar kasus Prita ini, apalagi belum ada pengaduan yang masuk ke KY," kata Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar.
Menurut Asep, KY secara kelembagaan dalam posisi menghormati wewenang yang dimiliki hakim agung untuk memutuskan suatu perkara. Dia juga menegaskan bahwa KY berdasarkan ruang lingkup wewenangnya adalah dalam hal etika dan prilaku hakim.