REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA- Warga dan santri masih menjaga ketat Pondok Pesantren Khilafatul Umar Bin Khatab yang terjadi peledakan bom rakitan pada Senin (11/7) petang. Polisi mengaku tidak memaksa masuk ke dalam tempat kejadian perkara (TKP) untuk menghindari bentrokan dengan warga.
"Kita masih nego. Kalau mau melakukan tindakan tegas, bisa saja. Tapi kita tidak ingin ada jatuh korban," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Anton Bachrul Alam dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/7).
Anton menambahkan, pihaknya masih melakukan negosiasi dengan para santri agar dapat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dalam peledakan bom yang diduga bom rakitan tersebut. Barang bukti yang telah disita polisi yaitu senjata tajam berupa panah dan parang. Senjata tajam itu, tambah Anton, dimiliki para santri yang sengaja dipersenjatai pihak ponpes.
Sampai saat ini, pihak ponpes masih menghalangi kepolisian untuk masuk. Negosiasi dilakukan karena menghindari adanya kerusuhan antara warga dengan polisi. Kapolres Bima, lanjutnya, masih berada di sekitar ponpes untuk melakukan negosiasi.
Polda Nusa Tenggara Barat juga telah menurunkan sebanyak dua peleton yang terdiri dari satu peleton Brimob dan satu peleton gabungan dengan TNI. Polisi juga telah mengamankan sebanyak 10 orang, ditambah dengan satu orang yang tewas yaitu Suriyanto alias Firdaus, yang diduga mengetahui dalam perakitan bom.
Polisi juga masih mencari orang lain yang telah melarikan diri usai meledaknya bom rakitan tersebut. "Jadi ada sebagian orang yang melarikan diri, inilah yang akan kita kejar," tegasnya.
Saat ditanya apakah terkait dengan jaringan terorisme di Indonesia, Anton mengatakan belum mengetahuinya. "Tunggu saja hingga semua keterangan didapat dari para saksi," pungkasnya.