REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nama Gubernur Sumatra Selatan, Alex Noerdin, ternyata masuk dalam daftar orang yang akan mendapat success fee atau komisi dari total nilai proyek pembangunan wisma atlet SEA Games, Palembang. Alex direncanakan mendapat jatah senilai 2,5 persen dari total nilai pembangunan wisma atlet sebesar Rp 191 ,6 miliar atau sekitar Rp 3 miliar.
Informasi itu didapat dari surat dakwaan Direktur Marketing PT Duta Graha Indah, Mohamad El idris, yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Surat dakwaan itu menjelaskan, Idris melakukan negosisasi dengan Anggota DPR RI, M Nazaruddin, Direktur Utama PT DGI, Dudung Purwadi, dan Direktur Marketing PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang, untuk memberikan komisi pada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa atas terpilihnya PT DGI sebagai pemenang tender pembangunan wisma atlet.
“Nazaruddin mendapat 13 persen, Gubernur Sumatra Selatan 2,5 persen, Komite Pembangunan Wisma Atlet 2,5 persen, panitia pengadaan 0,5 persen, dan untuk Sesmenpora, Wafid Muharam 2 persen dari nilai kontrak pembangunan wisma atlet,” kata anggota JPU, Agus Salim, saat membacakan surat dakwaan Mohamad Idris di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/7).
Namun, surat dakwaan itu tidak menyebutkan rencana pembagian komisi untuk Gubernur Sumatra Selatan terealisasi. Hanya ada beberapa nama yang telah menerima komisi tersebut, yaitu:
Nazaruddin, Rp 25 miliar.
Wafid Muharam, Rp 3,2 miliar
Rizal Abdullah selaku Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet dan Kepala Dinas PU Sumsel, Rp 400 juta
Musni WIjaya selaku Sekretaris Komite, Rp 80 juta
Amir Faizol selaku Bendahara Komite, Rp 30 juta
Aminuddin selaku asisten perencanaan, Rp 30 juta
Irhamni selaku Asisten Administrasi dan Keuangan, Rp 20 juta
Fazadi Abdanie selaku Asisten Pelaksana, Rp 20 juta
M Arifin selaku Ketua Panitia, Rp 50 juta
Anggota panitia: Sahupi (Rp 25 juta), Anwar (Rp 25 juta), Rusmadi (Rp 50 juta), Sudarto (Rp 25 juta), Darmayanti (Rp 25 juta), dan Heri Meita (Rp 25 juta).
Perbuatan terdakwa Mohamad El Idris yang mengatur pemberian komisi kepada penyelenggara negara itu dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum. Perbuatan terdakwa dianggap melanggar aturan tentang pasal tentang penyuapan yaitu Pasal 5 Ayat 1 huruf b UU/31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU/20/2001 Tentang Perubahan atas UU/31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 jo Pasal 65 Ayat1 KUH Pidana.