REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat menyuarakan kekhawatiran tentang penumpasan unjuk rasa yang didukung oposisi di Malaysia akhir pekan lalu. Negeri Adi Daya itu juga mengatakan akan mengawasi perkembangan selanjutnya.
Polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata dan meriam air untuk mengakhiri unjuk rasa pada Sabtu (9/7) yang menuntut perubahan pemilu dan menangkap lebih dari 1.600 orang. Salah seorang demonstran tewas dalam kerusuhan ini.
"Kami akan terus berpihak pada hak orang untuk bebas mengekspresikan aspirasi mereka yang demokratis dan mengemukakan pandangan mereka secara bebas," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri, Mark Toner, Rabu (13/7). "Kami akan terus memantau situasi dengan cermat."
Malaysia berjanji akan menyelidiki tuduhan kebrutalan polisi, sementara Perdana Menteri Najib Razak membela polisi. Najib mengatakan, unjuk rasa adalah taktik untuk menodai citra negara itu.
Kelompok Hak Azasi Manusia (HAM) Internasional mengecam keras tindakan keras terhadap para demonstran dan mendesak AS dan negara-negara lain untuk menekan Malaysia guna memastikan akuntabilitas.
Malaysia telah berusaha untuk membangun hubungan lebih dekat dengan AS di tengah upaya pemerintahan Presiden Barack Obama untuk menjangkau Asia Tenggara. Malaysia dan AS telah lama menjadi mitra dagang utama, tetapi hubungan politik meresahkan, terutama sepanjang 22-tahun kepemimpinan Mahathir Mohamad.
AS juga khawatir tentang perlakuan terhadap oposisi Anwar Ibrahim, pemimpin yang menghabiskan enam tahun di penjara dan kembali diadili karena tuduhan sodomi. Anwar mengatakan tuduhan terhadap dirinya bermotif politik.