Sabtu 16 Jul 2011 07:54 WIB

Qaddafi: Mengakui Pemberontak Sejuta Kali tak Berarti Apapun!

Kolonel Muammar Qaddafi, sang pemimpin Libya.
Foto: freekasusyc1.blogspot.com
Kolonel Muammar Qaddafi, sang pemimpin Libya.

REPUBLIKA.CO.ID,ZLITEN--Pemimpin Libya Muammar Qaddafi mengatakan, Jumat, pengakuan negara-negara Barat dan kawasan terhadap kelompok pemberontak Dewan Transisi Nasional (NTC) tidak berarti. "Mengakui sejuta kali apa yang disebut Dewan Transisi Nasional, itu tidak berarti apa pun bagi rakyat Libya yang akan menginjak-injak keputusan kalian," katanya dalam pesan kepada ribuan pendukungnya di Zliten, 150 kilometer sebelah timur Tripoli.

Ia menyampaikan hal itu setelah pertemuan negara-negara Barat dan kawasan di Istanbul mendukung pemberontak dengan menganggap mereka sebagai penguasa sah Libya, sebuah langkah yang memberi mereka akses untuk memperoleh dana vital. Pertemuan keempat dari kelompok kontak Libya itu juga mendesak lagi Gaddafi untuk mengundurkan diri setelah berkuasa lebih dari empat dasawarasa.

Dalam pesan yang disampaikan melalui pengeras suara, Qaddafi mengatakan, ia tidak bisa membayangkan hari ketika "rakyat heroik Libya diwakili oleh sekelompok pengkhianat yang membuka pintu Benghazi bagi pasukan salib". "Tidak ada orang yang bisa mewakili rakyat Libya, tidak juga Qaddafi. Rakyat karenanya akan meninjak-injak keputusan kalian," katanya.

Pemimpin Libya itu menyatakan memberi satu "kesempatan terakhir" kepada NATO, yang membom posisi-posisi loyalis pemerintah sejak Maret. "Saya punya lima juta orang Libya yang siap mati," kata Qaddafi.

"Saya belum memberi mereka lampu hijau untuk berperang melawan kalian. Saya memberi kalian satu peluang terakhir untuk menghentikan operasi kalian dan saya meminta pengkhianat di Benghazi menyerah atau menjerit," katanya.

Sejumlah negara yang telah mengakui NTC sebagai perwakilan sah rakyat Libya adalah Turki, Uni Emirat Arab (UAE), Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Gambia, Italia, Yordania, Malta, Qatar, Senegal, Spanyol dan AS.

Dewan itu, yang mengatur permasalahan kawasan timur yang dikuasai pemberontak, melobi keras untuk pengakuan diplomatik dan perolehan dana untuk mempertahankan perjuangan berbulan-bulan dengan tujuan mendongkel pemimpin Libya Muammar Qaddafi.

Negara-negara besar yang dipelopori AS, Prancis dan Inggris membantu mengucilkan Qaddafi dan memutuskan pendanaan dan pemasokan senjata bagi pemerintahnya, sambil mendukung dewan pemberontak dengan tawaran-tawaran bantuan. Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret.

Sebanyak 21 kapal NATO berpatroli aktif di Laut Tengah sebagai bagian dari penegakan embargo senjata terhadap Libya. Aliansi 28 negara itu sejak 31 Maret juga memimpin serangan-serangan udara terhadap pasukan darat rejim Qaddafi.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Gaddafi, yang membuat marah Barat.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Qaddafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, pasukan Gaddafi kemudian dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu. Qaddafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Qaddafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

 

sumber : antara/AFP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement