Senin 18 Jul 2011 10:12 WIB

Israel Cuci Otak Publik AS, Warga AS Anggap Palestina Musuh Demokrasi

Bendera Palestina
Bendera Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dukungan terhadap rencana deklarasi kemerdekaan Palestina pada September mendatang terus bergulir. Bahkan ribuan warga Israel dan Arab di Jerusalem pada Jumat pekan lalu (15 Juli 2011) turun ke jalan dalam aksi damai bersama untuk mendukung kemerdekaan Palestina.

Sebagaimana diberitakan haaretz.com yang merupakan edisi online Harian Haaretz yang terkemuka di Israel pada 17 Juli 2011, para pengunjuk rasa menyerukan pengakuan bagi Negara Palestina. Aksi damai bersama warga Israel dan Arab itu baru pertama kalinya terjadi dalam dua puluh tahun terakhir ini.

Dalam aksi unjuk rasa itu, seorang warga Israel yang bertindak selaku Juru Bicara Gerakan Solidaritas, Avner Inbar antara lain menyatakan, kemerdekaan Palestina bukan sekedar merupakan hak asasi orang-orang Palestina. Langkah tersebut juga merupakan satu-satunya solusi yang dapat menghentikan gelombang kekerasan antara warga Israel dan warga Palestina.

Khusus bagi Indonesia, kemerdekaan Palestina adalah menjadi salah satu kepentingan nasional yang utama. Berbagai alasan menjadi landasannya. Pertama, kemerdekaan Palestina adalah amanah Konstitusi Indonesia karena dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah dinyatakan bahwa "kemerdekaan adalah hak segala bangsa", termasuk tentunya hak bangsa Palestina.

Kedua, negara-negara di Timur Tengah adalah pihak yang paling awal mengakui kemerdekaan Indonesia, bahkan pada 6 September 1945 Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ucapan selamat Mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini atas Kemerdekaan Indonesia.

Ketiga, bangsa Palestina telah mengirimkan utusannya untuk mengikuti Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Bangsa-bangsa yang mengirim utusannya pada KAA 1955 seperti Aljazair dan Sudan telah lama merdeka terkecuali Palestina.

Keempat, bangsa Palestina mengalami penderitaan dan pelanggaran hak-hak azasi manusia yang amat memedihkan akibat perilaku Israel yang sewenang-wenang. Oleh karenanya kemerdekaan Palestina merupakan keharusan dan hak asasi paling mendasar bagi bangsa Palestina.

Peran media

Rencana deklarasi Kemerdekaan Palestina pada September 2011 sudah banyak diberitakan media massa. Dalam kaitan ini, baik bangsa Palestina maupun Israel sama-sama berusaha memanfaatkan informasi dan media massa untuk mencapai tujuan masing-masing.

Dari sisi Palestina, baik organisasi Fatah maupun Hamas berupaya semaksimal mungkin untuk mempengaruhi masyarakat internasional bahwa pendudukan Israel tidak bisa dibenarkan dan Israel tidak memiliki hak untuk menguasai Palestina.

Namun upaya proganda yang dijalankan pihak Palestina selama ini cenderung konvensional. Langkah yang mereka tempuh lebih banyak mengandalkan kemampuan para pemimpin Palestina untuk menyampaikan informasi soal situasi yang dihadapinya.

Selebihnya, mereka mengandalkan ketertarikan media massa untuk menayangkan gambar maupun informasi soal kesulitan yang dihadapi rakyat Palestina akibat penyerangan-penyerangan brutal pasukan Israel. Palestina tidak memiliki cukup banyak dana seperti Israel untuk mendesain dan menyebarkan informasi lewat media massa berpengaruh.

Mereka juga tidak mempunyai cukup kekuatan lobi untuk mempengaruhi opini masyarakat dunia, terutama warga negara maju.

Sebaliknya, Israel menempuh berbagai cara untuk melancarkan propaganda dan kampanye politiknya. Para pemimpin Israel tidak hanya mengandalkan kemampuan dalam menyampaikan pesan, tetapi juga ikut mempengaruhi para pengelola media massa untuk memberikan dukungan terhadap langkah-langkah politik yang dilakukannya.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa Israel telah membelanjakan ratusan miliar dolar uangnya untuk kepentingan penyampaian informasi ke dunia luar. Dengan dana tersebut, Israel juga membiayai perjalanan gratis bagi para jurnalis, anggota parlemen, pengamat, bahkan para feminis dari seluruh dunia ke wilayahnya.

Dalam kaitan ini Edward Wadie Said, seorang Palestina-Amerika yang menjadi "University Professor of English and Comparative Literature" di Columbia University Amerika beberapa waktu lalu mengungkapkan hasil jajak pendapat di Amerika yang dilakukan Komite Antidiskriminasi Arab-Amerika.

Dari jajak pendapat itu terungkap bahwa mayoritas responden di Amerika menganggap Israel sebagai panglima demokrasi. Namun demikian, 73 persen dari responden menyetujui adanya negara Palestina. Satu hal yang dinilai Edward Said mengherankan adalah jawaban mayoritas responden saat ditanya soal persepsi mereka terhadap Palestina. Mereka tetap memberikan citra negatif terhadap Palestina.

Kebanyakan responden menganggap Palestina sebagai pihak yang agresif, tidak mau kompromi, bahkan merupakan musuh mereka. Mayoritas responden juga percaya bahwa Palestina sebagai pihak yang mengganggu perdamaian. Menurut Edward Said, pendapat miring warga Amerika tentang Palestina itu mengemuka akibat pengaruh pemberitaan media massa Amerika yang dikuasai Yahudi serta berkat lobi Yahudi yang kuat di Negara itu.

Sementara itu Paul Craig Roberts dalam artikelnya yang berjudul Jimmy Carter Speaks Thruth to Propaganda mencatat bahwa Israel telah berhasil "mencuci otak" warga Amerika lewat propagandanya. Menurut Paul, sedikitnya 90 persen warga Amerika yang mengamati konflik di Palestina mendapatkan sumber informasi dari jalur propaganda Israel.

Dari data ini dia menyimpulkan bahwa Israel sudah berhasil mengontrol arus informasi. Kekuatan lobi pun sudah berhasil menjadikan setiap pihak yang mengkritik Israel sebagai kalangan "antisemit". Dengan demikian jelas bahwa imperialisme pers terkadang lebih merusak dibandingkan imperialisme secara fisik.

Maka, anggapan, "Jika ingin menguasai dunia, maka kuasailah minyak" saat ini tidak relevan lagi. Nampaknya, anggapan yang relevan sekarang adalah "jika ingin menguasai dunia, kuasailah media massa".

Fakta dalam sejarah kontemporer juga membuktikan, terhapusnya apartheid dari bumi Afrika Selatan terutama terjadi karena sebagian besar media massa di seluruh dunia menentang sistem politik apartheid di negara tersebut.

Maka, manuver diplomasi bagi kemerdekaan Palestina pun akan mencapai keberhasilannya kalau ditopang oleh pemberitaan media massa yang efektif. Dalam kaitan ini media massa di negara-negara yang cinta damai termasuk di Indonesia perlu memiliki keberpihakan bagi tercapainya kemerdekaan Palestina.

Namun, lebih dari itu, kunci utama tercapainya kemerdekaan Palestina adalah terletak pada kemauan bangsa Palestina untuk bersatu padu secara internal. Faktor eskternal hanyalah pendukung bagi keberhasilan usaha internal untuk mencapai kemerdekaan yang merupakan hak asasi paling mendasar itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement