REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Kejaksaan Negeri DKI Jakarta Dony Kadnezar membenarkan bahwa terdapat kelalaian yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara penyelundupan 30 kontainer Blackberry dengan terdakwa Jonny Abas. Donny mengungkapkan kelalaian dilakukan karena JPU tidak sempat mengajukan kontra memori banding atas perkara tersebut.
Hal tersebut, ungkapnya, diketahui dari pemeriksaan kepada jaksa bersangkutan dalam perkara tersebut."Berdasarkan pemeriksaan kami yang sangat singkat baru saja diketahui. Jaksa memang mengajukan banding karena terdakwa mengajukan banding. Tetapi jaksa tidak sempat mengajukan kontra memori banding," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat, dengan komisi III DPR-RI, Jakarta, Senin (18/7).
Akibat kelalain jaksa ini terdakwa yang dihukum 1 tahun 10 bulan pada tingkat pengadilan negeri ini bebas ditingkat banding. Oleh karena itu, ungkapnya, pihak Kajati akan melakukan pemeriksaan internal berupa eksaminasi yang melibatkan bidang pengawasan.
Anggota komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Pandjaitan, menilai tidak adanya memori banding dari Jaksa Penuntut Umum memperlihatkan adanya permainan dalam perkara ini. Pasalnya, ungkap Trimedya, merupakan kewajiban Jaksa Penuntut Umum untuk menyampaikan kontra memori usai menyatakan banding. "Patut diduga ada permainan disana,"tegasnya.
Sebelumnya, pada Rabu (13/7), Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membebaskan Jonny Abbas dari hukuman 22 bulan penjara yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut Ketua Majelis Hakim Celine Rumansi pengadilan memerintahkan membebaskan terdakwa atau dikeluarkan dari tahanan, serta memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan serta harkat dan martabatnya.
Majelis hakim banding membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 80/Pid.B/2011/PN/JKT.PST tanggal 14 April 2011 yang menghukum Jonny Abbas 1 tahun 10 bulan (22 bulan) penjara. Menurut Celine, Jonny Abbas tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana dalam dakwaan pertama dan JPU, yaitu penggelapan atau pemalsuan surat seperti yang diatur dalam pasal 378 KUHP, pasal 372 KUHP.