REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Setelah 66 tahun merdeka bangsa Indonesia baru memiliki UU yang mengatur tentang Penanganan Fakir Miskin. Hal ini setelah Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (21/7), menyetujui RUU ini menjadi UU tentang Penanganan Fakir Miskin.
RUU tentang Penanganan Fakir miskin ini merupakan inisiatif wakil rakyat sebagai implementasi dan manifestasi Pasal 34 UUD 1945. Dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso ini seluruh Fraksi yang ada di DPR RI menyetujui pengesahan RUU menjadi UU.
Ketua Komisi VIII DPR RI, H Abdul Kadir Karding menyampaikan, ada tiga perubahan fundamental yang hendak diletakkan sebagai fondasi penanganan fakir miskin di negeri ini. "Perubahan ini juga menjadi 'ruh' dalam menangani fakir miskin di Indonesia ke depan," ujarnya.
Pasalnya, lanjut Karding, UU tentang Penanganan Fakir Miskin ini merupakan implementasi dan manifestasi Pasal 34 UUD 1945 yang dibangun atas konsep dasar penanganan fakir miskin secara profesional dan tetap berakar pada nilai- nilai budaya bangsa.
Selain itu juga memuat perubahan paradigma dalam penanganan fakir miskin dari bentuk partisipasi ke penanganan berbasis hak dari pelayanan yang bersifat pelayanan yang memberdayakan.
Demikian pula pelayanan yang semula merupakan bentuk perlindungan dari kebijakan pemerintah menjadi pelayanan sosial yang merupakan perlindungan sebagai hak asasi fakir miskin.
Sehingga dalam pelayanan sosial bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah. Namun pelayanan sosial juga merupakan urusan bersama masyarakat.
"Sementara semangat yang terkandung dalam UU Penanganan Fakir Miskin adalah melakukan transformasi yang ditandai dengan mengguatanya pendekatan penanganan fakir miskin yang berbasis hak- hak manusia. Bahkan menempatkan fakir miskin sebagai subyek yang diberdayakan, dibantu, dilindungi dan mendapatkan jaminan sosial," ungkap politisi PKB ini.