REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sikap anggota panitia kerja mafia pemilu terbelah jelang rapat dengan tersangka pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi, Masyhuri Hasan. Beberapa anggota panja, sepakat dengan penyidik Bareskrim Mabes Polri untuk melangsungkan rapat dengan tertutup. Anggota lainnya, setuju dengan sikap terbuka.
Anggota Panja dari Fraksi Hanura, Akbar Faisal, meminta agar rapat dilangsungkan dengan terbuka. Akbar beralasan DPR merupakan pranata demokrasi tertinggi di Republik Indonesia. Sehingga, ungkapnya, wewenang DPR harus dihormati saat meminta keterangan warga negaranya terkait dengan proses demokrasi yang ada.
Senada dengan Akbar, politisi asal PKS, Almuzammil Yusuf, meminta agar rapat dilangsungkan terbuka. Menurutnya, banyak narasumber lain yang sudah memberikan kesaksian di panja secara terbuka. Sehingga, tuturnya, tidak ada alasan untuk diadakan dengan tertutup. "Jangan sampai diskriminatif," ujarnya.
Anggota Panja dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, menyarankan agar rapat dilakukan secara tertutup. Hal tersebut, ungkapnya, sesuai dengan permintaan penyidik Bareskrim Mabes Polri yang meminta agar rapat dilakukan dengan tertutup demi kepentingan penyidikan.
Nurul menjelaskan jangan sampai ada pihak yang merasa ketakutan dengan adanya kesaksian dari MH. Selain itu, Nurul beralasan informasi yang disampaikan oleh MH akan bisa dimanfaatkan oleh orang lain yang terlibat dalam kasus ini sehingga bisa menguatkan argumentasi pembuktiannya.
"Kalau terbuka, bisa argumentasinya hanya akan mendapatkan satu orang justru memberi operator mengorder masalah pesanan ini," ujarnya.