Jumat 22 Jul 2011 07:49 WIB

Perdana Menteri Mesir Janji Bentuk Badan Antikorupsi

Red: cr01
Demonstran meneriakkan slogan-slogan reformasi di Tahrir Square, Kairo, Mesir.
Foto: AP
Demonstran meneriakkan slogan-slogan reformasi di Tahrir Square, Kairo, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Perdana Menteri Mesir Essam Sharaf berjanji akan membentuk badan antikorupsi dan bekerja untuk mengakhiri undang-undang darurat yang telah berlaku 30 tahun guna menenteramkan demonstran yang meminta percepatan reformasi.

Usai pelantikan para menteri baru dan perombakan yang didesak oleh demonstran yang telah berkemah sejak 8 Juli di Tahrir Square, Sharaf menyampaikan pidato kepada seluruh rakyat Mesir.

"Pada masa mendatang, barangkali dalam sebulan atau kurang, pemerintah akan membentuk badan nasional untuk integritas yang memerangi korupsi," kata Sharaf dalam pidato terbuka pertamanya, Kamis (21/7).

Badan pengawas korupsi Transparansi Internasional (IT) tahun lalu menempatkan Mesir pada peringkat ke-98 dari 178 negara dalam indeks global tingkat korupsi. Dan korupsi ini pula yang merupakan pendorong revolusi yang menjungkalkan Hosni Mubarak dari kursi kepresidenannya pada Februari lalu.

"Ini (langkah) adalah untuk melaksanakan kewajiban pemerintah menurut konvensi PBB terhadap korupsi yang ditandatangani Mesir pada 2005, tapi sayang sekali belum diaktifkan hingga sekarang ini," kata Sharaf dalam pidato yang disiarkan oleh televisi.

Sharaf juga berjanji akan bekerja untuk mengakhiri undang-undang darurat Mesir, yang telah diberlakukan sejak 1981. Undang-undang itu membolehkan penahanan terhadap seseorang untuk waktu tak tertentu walau tanpa tuduhan. Undang-undang inilah yang digunakan Mubarak untuk menghancurkan para penentangnya.

Militer telah berjanji mereka akan mencabut undang-undang itu, namun tidak menyebutkan kapan. "Ada arahan pada masa mendatang dan dalam kerangka waktu paling cepat untuk mengakhiri keadaan darurat," lanjut Sharaf.

Ia menambahkan, penjara-penjara akan terbuka bagi organisasi hak azasi manusia (HAM) dan masyarakat madani untuk menjamin negara itu menjunjung tinggi undang-undang tersebut selain untuk melindungi hak-hak tawanan. "Kita semua dalam satu kapal," katanya. "Rakyat menginginkan dan menyampaikan. Pemerintah mempelajari dan melaksanakan."

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement