REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL - Rakyat Korea Utara, Ahad mulai memberikan suara mereka untuk memilih wakil-wakil bagi dewan lokal, kata media resmi, dengan hasilnya diperkirakan akan mendukung dengan suara bulat partai komunis yang berkuasa.
Pemilihan para anggota dewan perwakilan rakyat tingkat provinsi, kota dan daerah dimulai pukul 09:00 waktu setempat (07:00 WIB) di seluruh negara itu, kata kantor berita KCNA (Korean Central News Agency).
Tempat-tempat pemungutan suara dipenuhi para pemilih yang berpakaian rapi menunggu giliran untuk memberikan suara mereka, kata kantor berita KCNA. KCNA menambahkan semua pemilih akan memberikan suara "ya" mendukung partai komunis yang berkuasa.
Biasanya, 99 persen pemilih ikut serta dalam pemilu Korut dan 99 persen dari mereka memberikan suara "ya" bagi kandidat-kandidat yang tidak ada saingannya. Selama masa jabatan empat tahun mereka, dewan-dewan lokal bersidang sekali atau dua kali setahun untuk mensahkan anggaran belanja dan menyetujui para pemimpin lokal yang diangkat oleh partai komunis.
Para pengamat mengatakan pemlihan tahun ini bertujuan untuk merubah badan-badan resmi sebelum satu kegiatan politik penting tahun depan untuk memperingati 100 tahun kelahiran pendiri negara itu Presiden Kim Il Sung.
Negara miskin itu menetapkan tahun 2012 sebagai batas waktu untuk memperoleh status "satu negara yang kuat dan sejahtera" di tengah-tengah usaha-usaha rezim itu untuk mengalihkan kekuasaan dari pemimpin Kim Jong-Il kepada putra bungsunya, Jong-Un.
Pemimpin berusia 69 tahun, yang mengambil alih kekuasaan dari ayahnya setelah pendiri negara itu meninggal tahun 1994, akan mempercepat pengalihan kekuasaan generasi ketiga kepada putranya itu, yang diperkirakan berusia 20 tahunan, setelah menderita serangan struk tahun 2008.
Korut menyelenggarakan pemilu nasionalnya untuk memilih parlemen yang hanya stempel karet tahun 2009.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia dan pemerintah-pemerintah asing mengatakan Korut adalah salah satu dari negara-negara yang memiliki catatan hak asasi manusia paling buruk. Sekitar 200.000 tahanan politik ditahan dalam kondisi-kondisi "menyedihkan" kata Amnesti Internasional.