REPUBLIKA.CO.ID, OSLO - Bukannya 'Tak Bersalah hingga terbukti melakukan' melainkan 'Bersalah Hingga bukti menyatakan sebaliknya' itulah yang pikiran yang pertama kali muncul terhadap Muslim. Begitu serangan mengerikan terjadi di Norwegia, situs-situs ultra kanan dan pakar kontra-terorisme dengan cepat menuding komunitas Muslim penjurudunia.
"Ini hal dapat diprediksi dan bukan hal baru, meski ini menyedihkan," ujar sekretaris jenderal Masyarakat Islam Amerika Utara, Safaa Zarzour, ujarnya seperti dikutip Los Angeles Times, Ahad (24/7)
Hampir 100 orang terbunuh dalam serangan kembar terhadap bangunan pemerintah dan perkemahan pemuda di Norwegia, Jumat. Kelompok ultra kanan langsung menuduh 'jihadis otak di balik serangan. Salah satu tudingan keras berasal dari penerbit situs Atlas Shrug dan direktur eksekutif Stop Islamization of Amerika, Pamela Geller.
Dalam situsnya Geller menulis "Anda dapat mengabaikan jihad, namun anda tak bisa menghindari konsekuensi dari mengabaikan keberadaan jihad."
Ternyata beberapa jam kemudian, Anders Behring Breivik, yang digambarkan polisi sebagai fundamentalis Kristen sayap kanan, ditahan sebagai pelaku serangan ganda. Breivik dikenal sebagai penentang keras sekaligus vokal terhadap keberadaan imigran dan Islam.
Dalam komentar antara tahun 2009-2010, di artikel orang lain dalam website www.document.no, Breivik mengkritik kebijakan Eropa yang mencoba mengakomodasi budaya grup etnis berbeda. Saat itu ia menyebut dirinya kritis terhadap Islam.
Norwegia memiliki kebijakan terbuka dalam hal imigran, target utama kritikan Partai Progres, di mana Breivik pernah sesaat bergabung menjadi anggota. Meski telah lega, komunitas Muslim tetep dilukai dengan tudingan awal yang kian menguatkan stigmatisasi terhadap mereka.
"Bagi sebagian besar Muslim, ini berarti konfirmasi bahwa mereka adalah pihak bersalah hingga terbukti tidak," ujar Zarzour.
Muslim di Eropa pun cemas efek dari sikap anti-Islam yang serba menyalahkan Muslim dapat memperparah sentimen anti-Islam dan mengobarkan kebencian kian dalam terhadap Muslim. "Peristiwa ini layak dianggap seruan penyadaran," ujar direktur eksekutif Advokat Muslim, Farhana Khera.
"Kekerasan dari semua kelompok namun dengan tetap menunjuk satu komunitas keyakinan sebagai pihak bersalah, membuat kami lebih rentan diserang. Standar ganda dalam penyebutkan dengan menggunakan kata 'terorisme' hanya kepada serangan dari pelaku Muslim, juga dipandang mengkhawatirkan. Saat penyerang bukan Muslim, maka peristiwa itu tak dicap 'terorisme'.
"Orang berpikir, 'Oh itu hanyalan insiden tunggal, atau itu ulah pria bersenjata gila," sementara ketika kasus melibatkan Muslim maka yang segera mencuat adalah soal ideologi atau keyakinan," ujar Khera.
Tak dipungkiri, partai-partai sayap kanan di beberapa negara Eropa menggunakan kartu imigrasi Muslim demi meraup dukungan.
Di Austria, Partai Kebebasan ultra-kanan memenangkan 27 persen dari poling regional pada Oktober lalu dengan mengusung kampanye anti-Muslim lewat game internet. Dalam game itu, pemain bisa menembak menara-menara masjid virtual.
Sementara di Prancis, Presiden Nicolas Sarkozy, yang popularitasnya terjun bebas sejak pengangguran meningkat dan kebijakan anggaran ketat, harus berjuang keras mengatasi gelombang dukungan ultra-kanan yang dipimpin Jean-Marie Le Pen.
Partai Sarkozy, Persatuan untuk Pergerakan Populer (UMP) melakukan debat pada April lalu menyoal peran Islam dalam Prancis yang sekuler. Debat tersebut menyangkut sejumlah topik dianggap panas di negara tersebut, mulai pembangunan masjid-masjid hingga pendanaan pembangunan tempat ibadah Muslim.
Pemerintah Prancis juga sempat menyelenggarakan debat nasional menyangkut identitas pada 2009-2010 yang mengawali pelarangan penuh terhadap cadar. Banyak Muslim mengkritik debat yang dianggap hanya menjadi ajang stigmatisasi dan pembiaran terhadap masyarakat untuk memiliki pandangan bias tentang. Islam.
Sementara di Belanda, partai sayap kanan bentukan Geert Wilders, berjanji untuk memperkeras aturan imigrasi dan menerapkan larangan cadar sebagai imbalan dukungan pemerintah baru.
Lalu di Jerman, Kanselor Angela Merkel, kian mengaduk kontroversi lewat pernyataannya tahun lalu yang berbunyi multikulturalisme telah gagal di Jerman. Tak ketinggalan Italia dengan Partai Liga Utara yang kian populer dengan gagasan anti-Imigran. Partai ini juga penentang vokal terhadap pendirian masjid di negara-negara Eropa selatan.