REPUBLIKA.CO.ID, Nama lengkapnya Zainab binti Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams bin Iqab bin Udzainah bin Sabi’ bin Duhman bin Al-Harits bin Ghanm bin Malik bin Kinanah. Namun ia lebih dikenal dengan panggilan Ummu Ruman. Ia adalah istri Abu Bakar Ash-Shiddiq, salah seorang manusia terbaik setelah Rasulullah SAW.
Sebelum Islam datang, Ummu Ruman adalah istri Abdullah bin Al-Harits bin Sakhbarah. Dari perkawinannya dengan Abdullah, ia dikarunia seorang putra bernama Ath-Thufail. Mereka tinggal di As-Surah.
Tak lama kemudian Abdullah membawa istrinya ke Makkah untuk tinggal di sana. Sebagaimana kebiasaan para pendatang kala itu yang bersekutu dengan para pembesar Makkah yang dapat melindunginya. Begitu pun dengan Abdullah bin Al-Harits, ia bersekutu dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Sayang, Abdullah tidak dikarunia Allah SWT dengan umur panjang. Ia meninggal setelah setahun tinggal di Makkah. Abu Bakar kemudian menikahi Ummu Ruman dan merawat Ath-Thufail. Ummu Ruman pun menjadi istri kedua Abu Bakar.
Dari istri pertamanya, Abu Bakar memiliki dua orang anak, yaitu Asma' dan Abdullah. Dari pernikahan dengan Ummu Ruman, Abu Bakar pun mendapat dua orang anak, yaitu Aisyah (Ummul Mukminin) dan Abdurrahman. Selisih usia Asma' dan Aisyah sepuluh tahun. Ummu Ruman menyatukan Ath-Thufail, Asma', Abdullah, Aisyah, dan Abdurrahman dalam asuhannya.
Ketika Abu Bakar, suaminya, masuk Islam, Ummu Ruman juga memeluk Islam. Ia termasuk salah seorang Assabiqunal Awwalun (kelompok pertama yang masuk Islam). Semua anaknya mengikuti jejaknya masuk Islam, kecuali Abdurrahman. Dengan demikian, rumah Ummu Ruman adalah rumah kedua yang berada dalam naungan Islam setelah rumah Rasulullah SAW.
Berbagai macam siksaan yang dilakukan kafir Quraisy kepada kaum Muslimin di Makkah juga menimpa Ummu Ruman. Apalagi ia aktif bahu-membahu dengan suaminya, menyelamatkan orang-orang yang telah memeluk Islam ketika itu dari gangguan kafir Quraisy.
Sebagai ibu, Ummu Ruman sangat disiplin dan berhasil mendidik anak-anaknya. Sebagai seorang istri, ia sangat menghormati hak-hak suaminya. Dan ia adalah seorang wanita yang menepati janji lagi bijak. Sifat-sifat mulia itu terekam dalam peristiwa ketika Rasulullah SAW meminang Aisyah.
Ketika Khadijah telah wafat, Khaulah binti Hakim –istri Utsman bin Mazh’un—datang menemui Rasulullah SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, tidakkah engkau menikah lagi?"
Beliau berkata, "Dengan siapa?"
"Apabila engkau mau, engkau dapat menikahi seorang gadis, atau seorang janda," kata Khaulah.
"Siapakah gadis tersebut?"
"Putri hamba Allah yang paling engkau cintai di muka bumi, Aisyah binti Abu Bakar."
"Lalu siapakah janda tersebut?"
"Saudah binti Zam’ah. Ia telah beriman kepadamu dan mengikuti segala yang engkau ucapkan."
Rasulullah berkata, "Kalau begitu pergilah kepada keduanya, dan sebutkan namaku kepada mereka."
Khaulah kemudian datang ke rumah Abu Bakar. Dan ketika masuk ia berkata, "Wahai Ummu Ruman, kebaikan dan keberkahan apakah yang dicurahkan Allah kepada kalian?"
"Apakah itu?"
"Rasulullah SAW mengutusku meminang Aisyah untuk beliau."
"Kalau begitu, tunggulah sampai Abu Bakar pulang," kata Ummu Ruman.
Setelah Abu Bakar tiba, Khaulah menyampaikan maksud Rasulullah SAW. Setelah mendengan kabar itu, Abu Bakar berkata, “Tunggu sebentar.” Abu Bakar pun keluar rumah.
Ketika kembali, Abu Bakar berkata kepada Khaulah, "Pergilah kepada Rasulullah, undang beliau kemari!"
Khaulah pun pergi menjemput Rasulullah SAW. Tak lama kemudian Abu Bakar menikahkan Rasulullah dengan putrinya, Aisyah.
Tak lama setelah pernikahan itu, Rasulullah mendapat perintah untuk berhijrah. Beliau meminta Abu Bakar untuk menemaninya. Abu Bakar segera menyampaikan hal itu kepada istrinya, Ummu Ruman.
Berita itu tidak membuat Ummu Ruman takut, meski ia harus tetap tinggal di Makkah bersama dengan anak-anaknya di bawah ancaman bahaya yang mungkin terjadi. Ummu Ruman justru berkata, "Sesungguhnya keluarga Rasulullah SAW harus menjadi teladan kita."
Tak lama setelah sang suami hijrah bersama Rasulullah SAW, Ummu Ruman pun menyusul bersama keluarganya dan keluarga Rasulullah. Ketika tiba di Madinah, Ummu Ruman berkata kepada suaminya, "Wahai Abu Bakar, tidakkah engkau mengingatkan Rasulullah SAW tentang perkara Aisyah?"
Maka Abu Bakar segera berangkat menemui Rasulullah dan berkata, "Tidakkah engkau ingin menggauli keluargamu, ya Rasulullah?"
Di Madinah Aisyah berkumpul dengan Rasulullah dan menjadi pendamping hidup beliau bersama dengan Ummul Mukminin yang lain.
Hubungan Rasulullah SAW dan Aisyah mendapat cobaan yang begitu dahsyat. Peristiwa ini juga dirasakan oleh Ummu Ruman, ibu Aisyah. Pada tahun keenam Hijriyah, kaum munafikin menghembuskan fitnah yang menyerang kehormatan dan kemuliaan Aisyah. Peristiwa ini dikenal dengan Hadits Ifk, berita dusta. Namun akhirnya Allah SWT sendiri yang menegaskan kesucian Aisyah, sementara para penyebar kabar dusta itu mendapatkan hukuman yang setimpal.
Setelah peristiwa itu—juga di tahun keenam Hijriyah—Ummu Ruman wafat karena sakit yang dideritanya. Rasulullah SAW ikut turun ke dalam kuburannya dan berdoa di sana. Beliau bersabda, "Barangsiapa yang ingin melihat wanita bidadari surga, hendaklah melihat Ummu Ruman."
Ummu Ruman dikenal sebagai salah seorang periwayat hadits Rasulullah. Dia juga dikenal sebagai seorang wanita yang taat dan selalu beribadah. Sebagai seorang perawi, dia meriwayatkan beberapa hadits dari Rasulullah saw dan juga meriwayatkan dari Masruq. Beberapa imam hadits menggunakan hadits yang diriwayatkannya, salah satunya Imam Bukhari.