REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya kemungkinan bakal mendeportasi atau memulangkan 34 orang warga negara asal China yang terindikasi melakukan pelanggaran pidana.
"Bisa saja mereka semua kami pulangkan ke negaranya. Tapi kami masih menunggu perkembangan penyelidikan lebih lanjut dan masih memerlukan kesaksian mereka. Saat ini masih dilakukan pemeriksaan," ujar Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Indarto, Selasa (26/7).
Alasan utama pendeportasian 34 orang tersebut karena adanya temuan terbaru, yakni korban penipuan bukan warga Indonesia, melainkan sebagian warga China dan Taiwan, khususnya pejabat. Indarto menegaskan, indikasi penipuan semakin menguat dalam kasus ini. Caranya dengan melakukan pemerasan kepada para pejabat China yang bermasalah atau sedang terindikasi melakukan korupsi.
Di China sendiri, hukuman kepada koruptor sangat berat. Tidak sedikit pejabat negara yang terbukti secara sengaja mencuri uang negara dihukum sangat berat, hingga vonisnya hukuman gantung atau mati. Karena itulah, jika tidak ingin kasusnya dibeber, maka pejabat itu harus mengirim sejumlah uang ke rekening sebuah bank melalui transfer.
"Tapi semuanya masih butuh kepastian. Apalagi penyidik terkendala bahasa dalam pemeriksaan. Semuanya juga tidak ada yang bisa Bahasa Inggris. Semua perlu penyidikan lebih lanjut," papar alumnus Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Polrestabes Surabaya mengamankan 34 warga negara China dari lima rumah di lokasi berbeda di kawasan perumahan elit di Surabaya. Sementara ini polisi melakukan pemeriksaan karena mereka melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Selain tidak memiliki visa kerja, di antara mereka juga ada yang tidak memiliki paspor.
Dari 34 orang, terdapat 22 laki-laki dan sisanya 12 orang perempuan. Semuanya belum ditahan oleh penyidik karena masih dilakukan proses penyelidikan. Dari jumlah tersebut, 27 orang memiliki paspor, dan tujuh orang tidak berpaspor. Bahkan ada dua paspor fiktif atau tidak ada orangnya.