OSLO - Pengaitan antara pembantaian Norwegia dengan Islam sempat memicu kecemasan tindak pembalasan dendam terhadap Muslim di Norwegia. "Kami menelepon satu sama lain dan berkata sepertinya tidak aman lagi berada di sini," ujar seorang imam, Noor Ahmad Noor, yang tinggal di suburb kelas menengah 43 kilometer dari Oslo.
"Orang-orang menonton TV, ketakutan, jadi kami mengunci pintu rumah kami dan menunggu cemas di dalam." Namun setelah diketahui bahwa si penembak adalah seorang pria kulit putih non-Muslim, mereka lega.
"Itu akhir dari kecemasan karena ia bukanlah salah satu dari kami, Alhamdulillah," kenang Noor. "Namun itu juga awal dari kedukaan kerena beberapa dari anak-anak itu juga terdapat anak kami."
Banyak dari mereka yang terbunuh dan terluka dalam serangan itu adalah Muslim, fakta yang gagal diungkap dan diidentifikasi oleh media Norwegia.
Di antara 600 remaja di Pulau Utoya di mana Breivik mulai melakukan penembakan acak, diperkirakan 70 di antaranya adalah Muslim.
Dua dari mereka adalah anak lelaki dan perempuan Mohamed Yasin, yang meninggalkan Irak dua beberapa tahun lalu. Yasin kini tinggal di Ergesun, Norwegia Barat.
Anak lelaki Yasin ditembak di tangan. Sementara putrinya, Jamil Rafal, 20 tahun, masih hilang. Diduga ia ditembak dan tenggelam saat berenang melarikan diri ke laut.
"Saya datang ke Norwegia melarikan diri dari perang Irak karena saya pikir Norwegia adalah tempat paling aman di planet ini," tutur Noor menirukan perkataan Yasin. Kini Yasin berada di Sundvollen, kota terdekat di Utoya, untuk membantu keluarga Muslim yang anaknya meninggal atau hilang setelah penyerangan.
Yasin, menurut Noor, kini masih berharap putrinya bisa kembali pulang.