REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Tak terasa, setahun berlalu kontroversi pembangunan Islamic Center di bekas bangunan menara Kembar, WTC, New York. Nada sinis dan caci maki tidak lagi terdengar lantang. Akan tetapi, usaha untuk merealisasikan proyek pembangunan masjid terus dilakukan bahkan mulai terorganisir.
Seperti dilansir dari New York Times, Selasa (2/8), panitia pengembangan proyek Islamic Center New York perlahan tapi pasti dalam beberapa bulan terakhir telah mematangkan tim yang akan bertanggung jawab dalam realisasi ide tersebut. Disebutkan, pantia pengembang proyek telah mengangkat seorang staf untuk menggalang dana dan menggelar acara rutin bertemakan budaya dan Islam yang berlangsung di dekat Ground Zero.
Meski intensif, New York Times menulis apa yang diusahakan panitia pemgembang proyek cenderung melambat. Namun, tidak jelas apakah keterlambatan itu disengaja atau apa adanya. Analis New York Times menyebutkan tidaklah mudah untuk menentukan jenis fasilitas apa yang dibutuhkan pengunjung Muslim dan non Muslim. Belum lagi soal dana dan dukungan publik dalam membangun.
Sementara para pengamat memprediksi, realisasi pembangunan membutuhkan waktu lima tahun. Sebab, rencana bangunan akan mengubah total tiang konstruksi bangunan toko Burlington Coat Factory. Menurut mereka, dengan posisi bangunan lama yang demikian strategis, dapat dipastikan nilai tanah yang akan dibeli bakal menjulang.
Menurut pengamat, panitia pengembang proyek Islamic Center setidaknya membutuhkan dana $ 100 juta. Dengan dana demikian besar, otomatis bangunan masjid tidak berwujud masjid biasa melainkan "mega Masjid". Ketika masyarakat AS menangkap kesan mewah dari bangunan masjid yang hendak dibangun, reaksinya begitu luar biasa.
Kerabat korban 9/11, merupakan pihak yang paling sensitif soal pembangunan itu. Belum lagi, pandangan konservatif masyarakat AS, yang selanjutnya diwakili oleh Pendeta Terry Jones dengan ide "Hari Pembakaran Alquran". Kondisi kian runyam, ketika serangan publikasi begitu kuat melalui internet.
Mereka yang mengusung ide tidaklah menyerah. Mereka tahu bakal ditekan berbagai pihak. Kondisi itu justru kian memperkuat keyakinan akan manfaat yang dirasakan masyarakat AS apabila ide pembangunan Masjid benar-benar teralisasi. Selanjutnya, oleh mereka, Masjid itu akan diberi nama Masjid Kemenangan atau Cordova House.
Sharif El-Gamal, Ketua Panitia Pengembang Proyek, merupakan sosok yang begitu bekerja keras. Usahanya itu membuat ia bersitegang dengan imam Faisal Abdul Rauf. Ia pun memutuskan berpisah dengan imam yang mencetuskan ide pembangunan Islami Center New York.
Ia juga berkeliling AS untuk menarik dana, menjalin hubungan dengan komunitas Muslim AS seantero negeri dan organisasi Muslim serta merekrut keluarga korban tragedi 11 September 2001 sebagai penasihat. "Semuanya berjalan mundur," ungkap El-Gamal, 37, dalam sebuah sesi wawancara. "Kita akan kembali dari awal."
Tidak Berubah
El-Gamal mengatakan ide Islamic Center tidak akan berubah, serupa dengan ide Pusat Komunitas Yahudi. Menurut dia, dengan memberikan fasilitas untuk berbagai agama, akan sejalan dengan usaha menarik minat masyarakat AS yang multikultural untuk datang dan mencari tahu tentang Islam. "Tentunya kami akan membuat tempat ibadah khusus Muslim berupa masjid besar," kata dia.
Dia mengatakan bentuk akhir, oleh versi Gamal disebut Park51, tergantung dari warga New York. Kalau warga New York menghendaki tiga atau empat lantai maka akan dibangun sesuai dengan keinginan warga New York. Untuk itu, berulang kali, Gamal menggelar pameran seni dan budaya yang melibatkan Muslim dan warga New York. "Jika masyarakat hanya ingin empat atau lima lantai, itu akan menjadi empat atau lima lantai," kata Mr El-Gamal.
Namun, kata dia, ada satu hal yang seharusnya tidak perlu dipertanyakan warga AS, utamanya New York, yakni soal pembangunan Masjid. Menurut dia, secara hukum, pembangunan tempat ibadah tidak membutuhkan persetujuan zonasi, kendati harus mendapatkan dukungan sukarela dari warga setempat.
Apalagi Walikota New York telah merestui. Meski demikian, El-Gamal menyadari masih ada kelompok dalam masyarakat AS yang tidak menghendaki adanya pembangunan masjid.
Pamela Geller, seorang blogger merupakan salah seorang yang berteriak lantang soal rencana tersebut. Hal yang sama juga dilakukan blogger lainnya seperti Robert Spencer. Keduanya sepakat, pembangunan Masjid sama saja dengan memberikan kesempatan kepada komunitas Muslim AS untuk mengubah wajah AS.
Buah dari serangan publikasi yang dilakukan keduanya menghantarkan Anders Behring Breivik, untuk membunuh sejumlah orang di Norwegia pada 22 Juli karena kekhawatiran tentang pengambilalihan Norwegia oleh Muslim. "Apa yang anda rasakan saat berada ditengah-tengah masyarakat, namun anda ternyata pencipta kecemasan dan kesedihan terhadap orang-orang disekitar anda, tentu hal itu bukanlah hal yang kami harapkan," kata EL-Gamal.
Katerina Lucas, kepala staf panitia pengembang proyek Islamic Center mengatakan apapun perkembangannya, pembangunan harus dilakukan dengan cara yang terhormat.