REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA- Pimpinan Pondok Pesantren Umar Bin Khattab (UBK), Abrori, telah dijadikan tersangka dalam kasus kepemilikan bom rakitan dan rencana penyerangan polisi. Berdasarkan hasil penyidikan, Abrori juga memesan senjata api melalui Hari Kuncoro, adik ipar Dulmatin.
"Abrori mengakui telah memesan senjata api lewat Hari Kuncoro (sudah tertangkap oleh Densus 88 di Pekalongan, Jawa Tengah)," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Anton Bachrul Alam dalam pesan singkat kepada Republika, Selasa (2/8).
Anton menambahkan dalam penyidikan Abrori mengakui telah memesan senjata api dari adik ipar Dulmatin. Abrori telah membayarkan Rp 25 juta kepada Hari Kuncoro, akan tetapi senjata api yang dipesan belum juga sampai kepada Abrori.
Selain itu, Abrori juga mengakui telah membantu kegiatan pelatihan militer di Bukit jalin Jantho, Aceh Besar dengan menyumbangkan dana sebesar Rp 10 juta. "Abrori juga mengakui telah membantu kegiatan teror di Aceh sebesar Rp 10 juta," tegasnya.
Mengenai bom rakitan yang ditemukan di Ponpes Umar Bin Khattab, Anton melanjutkan, Abrori mengakui dirinya yang membuat bom rakitan tersebut. Abrori juga mengakui dirinya belajar perakitan bom di Pulau Buru, Ambon dan di Poso, Sulawesi Tengah.
"Yang bersangkutan (Abrori) belajar (merakit bom) di Pulau Buru, Ambon pada 2001 dan di Poso, Sulteng, selama 25 hari sekitar Februari 2011," ujarnya.