REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penasehat sekaligus Ketua Komite Etik (KE) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua, merasa mendapat beban moral. Karena ia yang mencalonkan sebagai pimpinan KPK Jilid III periode 2012-2016 khawatir KE yang dipimpinnya melakukan blunder atau kesalahan.
"Menjabat Ketua KE dan calon pimpinan KPK itu beban moral buat saya, kalau KE ini macam-macam kan bisa jadi blunder buat saya," kata Abdullah di kantornya, Selasa (2/8).
Kesalahan yang dimaksud adalah berlaku tidak adil dan tidak independen selama proses pemeriksaan. Jika KE melakukan kesalahan itu, Abdullah mengatakan siap mundur dari jabatannya sebagai ketua.
Namun Abdullah tidak akan terlalu mempersoalkan masalah itu, karena sebagai Ketua KE ia akan menjatuhkan hukuman jika ada yang bersalah berdasarkan alat bukti dan proses pemeriksaan yang dilakukan. "Ya pokoknya seadil-adilnya dan seterbuka mungkin," ujarnya.
Abdullah mengatakan, pihaknya akan menindak secara hukum jika tudingan M Nazaruddin terhadap sejumlah petinggi KPK yang merekayasa kasus terbukti. Jika petinggi KPK itu melanggar kode etik akan diberikan sanksi moral. Namun jika ada unsur pelanggaran hukum pidananya, maka akan ditindak dan diproses secara hukum.
Menurut Abdullah, yang dimaksud pelanggaran pidana yang dilakukan oleh pegawai KPK adalah berdasarkan UU/31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa pimpinan dan pegawai KPK tidak boleh berhubungan dengan seseorang yang berperkara, tersangka, terdakwa, maupun keluarganya.
Seperti diketahui, KPK memutuskan untuk membentuk KE yang bertugas untuk memeriksa dan meminta keterangan kepada petinggi KPK yang disebut-sebut M Nazaruddin merekayasa kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games, Palembang.
Adapun nama-nama yang disebut-sebut itu, selain unsur pimpinan Chandra M Hamzah dan M Jasin, berdasarkan tudingan Nazaruddin adalah Deputi Penindakan, Ade Rahardja dan Juru Bicara Johan Budi.