REPUBLIKA.CO.ID, NOUACKOHOTT – Pada awal Ramadhan, biasanya Muslim Mauritania—terutama kaum muda—bergegas menuju masjid untuk melaksanakan shalat tarawih. Usai shalat, kaum Muslimin mendengarkan khutbah dan ceramah dari ustadz dan para imam.
Setelah shalat tarawih, mereka saling berkunjung satu sama lain dan meminum teh hijau, minuman khas di Mauritania. Sepanjang malam Ramadhan, televisi maupun radio lokal juga menyiarkan langsung shalat tarawih dari Makkah dan Madinah.
Di Mauritania, tidaklah mengherankan melihat golongan kaya—terutama yang pelit—menunjukkan simpati kepada golongan miskin selama Ramadan. Solidaritas dan uhkhuwah islamiyah biasanya muncul dan tersebar di seantero negeri selama bulan suci ini.
Warga Muslim di Mauritania sangat berpegang pada syarat wajib puasa yang menyatakan bahwa yang wajib berpuasa adalah mereka yang sudah akil baligh. Itu sebabnya, sangat jarang anak-anak diajak berpuasa oleh orangtuanya, karena dalam pandangan mereka, anak-anak belum wajib berpuasa. Namun bukan berarti bahwa anak-anak di sini tidak dikenalkan dan diajarkan tentang Ramadhan.
Setiap sore, sepanjang bulan Ramadhan, setiap madrasah di masing-masing maktab (komunitas masyarakat Muslim) mengadakan pelajaran membaca Alquran khusus bagi anak-anak, dari mulai setelah Ashar hinggga menjelang Maghrib. Bukan hanya mengaji, anak-anak juga dikenalkan pada keistimewaan Ramadhan.
Anak-anak diajarkan tentang pemahaman makna 'pengendalian diri' dan mengapa pada akhirnya puasa itu merupakan satu-satunya ibadah yang merupakan rahasia antara umat dan Allah, tak dapat dinilai oleh orang lain. Biasanya anak-anak diajak belajar berpuasa di akhir pekan, karena saat itu para orang tua bisa secara penuh mendampingi mereka sepanjang hari.
Pada usia anak, memasukkan pemahaman berpuasa 'untuk Allah' mereka anggap masih sangat sulit. Karena sangat abstrak, sementara dalam tahapan usianya, anak membutuhkan hal yang kongkrit untuk membantu pemahamannya. Oleh sebab itu, para orang tua betul-betul mendampingi anak selama proses belajar berpuasa, agar segala pertanyaan dan keingintahuan serta segala reaksi yang muncul dari anak bisa segera ditanggapi dengan tepat.
Selain itu, mereka memandang bahwa tubuh anak masih membutuhkan porsi makan minum yang cukup, apalagi untuk bisa beraktivitas optimal di sekolah. Bagi warga Muslim Mauritania, pada saat seorang anak mencapai usia akil baligh, ia dianggap akan siap menjalankan kewajibannya.
Bukan hanya karena sejak kecil ia sudah dibiasakan berpuasa dari fajar hingga Maghrib, tetapi karena ia paham mengapa Allah mewajibkannya berpuasa dan ia akan menjalankannya untuk Allah.